Tekan ESC untuk keluar

Gender dan Diaspora Indonesia, Pemerintah Harus Bangun Database Diaspora yang Baik

Dosen Ilmu Politik UKI, Dr. Audra Jovani mengatakan dalam kajian Feminisme, terdapat interkoneksi antara seksualitas dan diaspora. Menurutnya, dikutip dari bukunya Metha 2015, terdapat pemaknaan yang bias gender dan androsentris terhadap diaspora itu sendiri.

Dimana laki-laki sebagai subjek maskulin mendapatkan hak istimewa karena dianggap mampu bertransformasi dan beregenerasi di tempat atau wilayah baru, laki-laki menjadi aktor utama dalam pembentukan diaspora dan melanggengkan maskulinisme.

Kemudian, sistem patriarki dimana laki-laki dianggap wajar keluar rumah atau wilayah membuat perempuan hanya “ngikut” dan bergantung pada laki-laki. Selain itu, perempuan yang keluar rumah atau wilayah dianggap melanggar kodrat, bahkan kalaupun dia berhasil keluar, dia mengalami ketimpangan sistem pembagian kerja.

“Saat ini, dengan beragamnya profesi diapora Indonesia, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menfasilitasi kebijakan dan program yang tentu saja berfokus pada kerja sama dan kolaborasi di berbagai bidang sosial, ekonomi, budaya, diplomasi, dll,” ujar Audra, Selasa, 2 April 2024.

Menurutnya, Diaspora Indonesia pun memiliki peran beragam seperti, sebagai duta mempromosikan keunggulan Indonesia melalui budaya, kuliner, partisipasi aktif di ranah internasional, moderasi beragama, multikulturalisme, dll.

Selain itu, melakukan investasi baik dalam dana, properti, bisnis, dll; melakukan transfer keterampilan dan teknologi; serta solidaritas terhadap sesama dispora Indonesia.

Dikatakan, Diaspora Indonesia yang terdiri dari WNI, ex-WNI, keturunan Indonesia (blasteran), dan WNA pencinta Indonesia ini tidak terlepas dari permasalahan seperti dwi kewarganegaraan, buruh migran, TPPO, dll.

“Dalam konteks pemilu, misalnya, pada pemilu 2019 dan pemilu 2024 tingkat partisipasi politik meningkat, namun masih terdapat diaspora yang tidak bisa menggunakan hak politiknya dalam pemilu,” kata Audra.

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti jauh dari TPS, birokrasi yang rumit (syarat administrasi), kesibukan kerja karena tidak libur saat pemilu, keengganan karena kebijakan pemimpin terpilih tidak terlalu berdampak pada diaspora karena mereka di luar negeri.

Ia mengatakan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh diaspora Indonesia memang tidak dapat dipungkiri. Meski demikian, terdapat contoh-contoh praktik baik perempuan diaspora Indonesia di ranah publik.

“Seperti: Amye Un perempuan asal TTS NTT yang menjadi wakil wali kota Darwin Australia; Shinta Hernandez dan Gadis Arivia sebagai profesor di Montgomery College, Amerika Serikat; Leli Kuncoro melalui Srikandi Boltimore di Maryland, Amerika Serikat; Dewita Soeharjono perempuan politisi Partai Demokrat AS asal Indonesia; dan masih banyak lagi,” ujarnya.

Dengan potensi yang sedemikian kuat, kata Audra, Diaspora Indonesia perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah, terutama diaspora perempuan. “Negara perlu melibatkan mereka dalam berbagai hal dan langkah pertamanya adalah membangun database diaspora yang baik,” imbuhnya.

Sumber: www.koran-gala.id

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩