Tekan ESC untuk keluar

Ramadan dan Kemuliaannya

Sebuah puisi indah dan dalam maknanya dari Ibnul Jauzi:

الشهور الإثني عشر كمثل أولاد يعقوب عليه وعليهم السلام

وشهر رمضان بين الشهور كيوسف بين إخوته

فكما أن يوسف أحب الأولاد إلى يعقوب

كذلك رمضان أحب الشهور إلى علام الغيوب

12 bulan dalam setahun seperti 12 anak dari Nabi Yaqub

Bulan Ramadan dengan bulan-bulan lainnya laksana Yusuf di antara saudara-saudaranya

Sebagaimana Yusuf adalah anak yang paling dicintai oleh Nabi Yaqub

Begitu pula Ramadan adalah bulan yang paling dicintai oleh ‘Allamul Ghuyub (Allah).

***

Pendapat Imam Ibnul Jauzi bukan tanpa sebab.

Jika amalan lain pahalanya sudah ditentukan, hanya puasa Ramadanlah yang perhitungan hanya ada pada Allah.

Rasulullah ﷺ bersabda:

Semua amal anak Adam akan dilipatgandakan 10 hingga 700 kali lipat. Allah berfirman, ‘Kecuali puasa, kerena ia berpuasa untuk-Ku, maka Aku-lah yang akan memberikan pahalanya’ (HR. Muslim no. 1151).

Oleh karen itu, Imam Al-Qurtubi berpendapat hanya puasalah yang pahalanya bisa unlimited. Itu semua karena cintanya Allah pada hamba-Nya.

Maksud cinta Allah di sini apa?

Allah ingin hamba-Nya mendulang sebanyak mungkin pahala dan menghapus sebanyak mungkin dosa. Kurang lebih begitu pendapat Imam Al-Qurtubi.

Tak aneh bila ada ulama lain berkata, “Jika engkau telah sampai di bulan Ramadan, ketahuilah Allah mencintaimu dan memberimu kesempatan sekali lagi untuk diampuni. Maka janganlah kau sia-siakan.”

Happy Ramadan. May this be your best Ramadan yet.

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩