Tekan ESC untuk keluar

HUKUM MENGADOPSI SPIRIT DOLL (BONEKA ARWAH)?

Belakangan ini fenomena spirit doll atau boneka arwah hangat diperbincangkan. Pasalnya, banyak public figure mengadopsinya. Ia diperlakukan sebagaimana bayi manusia. Bahkan dipercaya sebagai tempat menyimpan arwah.

Secara umum, hukum mengenai boneka pernah kami sampaikan dalam artikel Tanya Kiai: Hukum Memajang Boneka. Sebagian ulama membolehkan bermain boneka untuk anak-anak berdasarkan hadis bahwa Sayyidah Aisyah ra. berkata:

كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَليه وسلَّمَ وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَىَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي‏

Aku selalu bermain boneka di dekat Nabi ﷺ, dan aku punya beberapa teman yang bermain bersamaku. Apabila Rasulullah ﷺ datang mereka bubar, lalu beliau ﷺ mengumpulkan mereka untuk bermain kembali bersamaku (HR. Bukhari no. 6130).

Imam Ibnu Baththal menyatakan bahwa kebolehan tersebut adalah untuk anak-anak. Jika dimainkan oleh orang yang dewasa, maka hukumnya makruh.

Bahkan Imam Baihaqi dan Imam Ibnu Al-Jauzi berpendapat bahwa hukum boleh ini telah di-nasakh (dihapus) dengan larangan Rasulullah ﷺ untuk membuat gambar-gambar atau karakter sesuatu yang bernyawa.

Pendapat yang sama disampaikan oleh Syekh Badruddin Al-‘Aini, pakar hadis bermazhab Hanafi, bahwa bagi orang dewasa hukumnya makruh bermain boneka. Imam Suyuti juga mengemukakan hal yang senada bahwa kebolehan bermain boneka tersebut adalah karena Aisyah dan teman-temannya belum balig (dewasa) saat itu, sehingga belum disebut mukallaf.

Namun, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani memandang bahwa keadaan Aisyah yang belum balig itu perlu dipertimbangkan lagi, karena dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah ﷺ pulang dari Perang Tabuk atau Khaibar (terdapat keraguan dari rawi), beliau ﷺ melihat Aisyah memiliki beberapa boneka anak perempuan dan kuda yang bersayap dan beliau ﷺ tidak mengingkarinya (HR. Abu Dawud no. 4932).

Sementara itu, riwayat dari Imam Baihaqi menyebutkan bahwa itu terjadi setelah kepulangan beliau ﷺ dari Perang Tabuk. Usia Aisyah ketika Perang Khaibar adalah 14 tahun. Sedangkan usianya ketika Perang Tabuk adalah 16 tahun dan dipastikan telah balig.

Karena itu, Ensiklopedi Fikih Kuwait menuliskan bahwa kebolehan bermain boneka ini tidak terbatas pada anak-anak yang belum balig, tetapi terus berlanjut setelah mereka balig selama dibutuhkan.

Bagaimana dengan spirit doll?

Uraian di atas adalah mengenai boneka biasa yang tidak diyakini memiliki atau menyimpan roh. Jika meyakini bahwa boneka seperti spirit doll ini memiliki roh sehingga ia mampu memberi respons sebagaimana bayi manusia, maka hukumnya pun berbeda.

Jika pemiliknya meyakini bahwa roh tersebut pemberian dari penjualnya atau dari tokoh supranatural, maka haram, bahkan dikhawatirkan jatuh pada kekufuran, karena hanya Allah yang mengetahui substansi roh.

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra’ [17]: 85)

Imam Al-Qurthubi menafsirkan bahwa orang-orang Yahudi bertanya mengenai substansi roh, caranya masuk ke raga, dan tentang bagaimana roh beroperasi di dalamnya di mana semua hal tersebut tidak diketahui kecuali oleh Allah.

Karena itu, kalaupun diyakini terdapat substansi lain dalam spirit doll, menurut keyakinan Islam itu adalah jin, bukan roh. Sementara jin adakalanya membawa kebaikan, dan adakalanya membawa keburukan seperti gangguan mental atau penyimpangan keyakinan. Allah telah memperingatkan hal ini dalam Al-Qur’an:

وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًاۖ

Sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari (kalangan) manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin sehingga mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat (QS. Al-Jinn [72]: 6).

Ada kalanya jin mengatakan sesuatu yang benar. Misalnya, suara yang didengar Umar bin Khattab ra. di masa sebelum masuk Islam, saat beliau sedang tidur-tiduran di dekat berhala, lalu datang seorang laki-laki menyembelih anak sapi. Umar lalu mendengar teriakan yang belum pernah beliau dengar sebelumnya:

يَا جَلِيحْ أَمْرٌ نَجِيحْ رَجُلٌ فَصِيحْ يَقُولُ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

Wahai Jalih (orang yang sungguh-sungguh melawan musuh)! Keberhasilan ada di tangan seorang fasih yang mengatakan: Tiada tuhan selain Allah! (HR. Bukhari no. 3866).

Maka dari itu, jin bisa menunjukkan sesuatu yang baik atau benar, juga sebaliknya, menunjukkan kepada kesesatan. Namun, tidak semua orang mampu mengenali perbedaan tersebut. Karena itu, untuk menghindari mafsadah (kerusakan) yang lebih besar, sebaiknya kita yang awam tidak mencoba berinteraksi dengan jin.

Selanjutnya, jika spirit doll diyakini mampu mendatangkan keberuntungan dan menjauhkan dari kesialan, maka hukumnya haram, karena dikhawatirkan akan mengarah kepada kesyirikan. Pasalnya, Rasulullah ﷺ melarang thiyarah (merasa akan mendapat kesialan karena melihat burung atau hewan lain), sebab segala sesuatu, baik atau buruk, adalah ketentuan Allah.

Kesimpulan

Sahabat KESAN, mayoritas ulama sepakat boleh bermain boneka bagi anak kecil. Adapun untuk orang dewasa para ulama berbeda pendapat.

Ada yang menghukuminya makruh, seperti Imam Ibnu Baththal. Ada yang melarang, seperti Imam Baihaqi dan Imam Ibnu Al-Jauzi. Ada juga yang membolehkan, seperti dituliskan dalam Ensiklopedi Fikih Kuwait.

Sementara itu, pemakaian spirit doll hukumnya tergantung keyakinan pemiliknya terhadap substansi yang ada di dalam boneka, dan tergantung pula dari dampaknya terhadap sang pemilik.

Jika pemilik meyakini bahwa terdapat roh pemberian dari penjualnya atau dari tokoh supranatural, maka haram, bahkan dikhawatirkan jatuh pada kekufuran. Karena dalam keyakinan Islam, hanya Allah yang mengetahui tentang roh.

Selain itu, meyakini bahwa spirit doll mendatangkan keberuntungan atau menjauhkan dari kesialan juga haram hukumnya. Karena semua itu datangnya dari Allah, bukan makhluk.

Oleh karena itu, kami menyarankan untuk menjauhi dan tidak ikut tren mengadopsi spirit doll. Pertama, karena pengetahuan kita tentang hal gaib terbatas dan tidak banyak mengetahui resikonya.

Kedua, cenderung mengarah kepada kesyirikan jika sampai bergantung kepada boneka tersebut. Ketiga, memakai harta untuk sesuatu yang belum jelas manfaatnya. Dan keempat, rentan terhadap penipuan dalam transaksinya (karena kita tidak mengetahui isi dari boneka tersebut, apakah jin baik atau jahat, atau malah tidak ada isinya sama sekali).

Wallahu A’lam bi Ash-Shawabi.

Sumber: https://kesan.id/app/feed/61d66e31e6a31900543e9a92

@hamdan.hamedan on Instagram
SUN TZU (DAN PRESIDEN)

Ahli strategi Sun Tzu pernah diminta oleh Raja Helu untuk mendidik kedisiplinan dan keteraturan di lingkungan istana. Sang ahli strategi pun menyanggupi.

Sun Tzu lalu memberi instruksi yang jelas: ketika drum dipukul, seluruh pegawai harus bergerak menuju arah yang ditentukan—kiri, kanan, maju, atau mundur.

Rupanya ada beberapa pegawai yang mengabaikan. Sun Tzu pun mengingatkan lagi dengan jelas agar mereka mengikuti arahan, tapi lagi-lagi sebagian pegawai lancang mengabaikan.

Sun Tzu lalu berkata, “Jika instruksi dari atasan tidak jelas, maka kesalahan ada pada atasan. Tapi jika instruksi dari atasan sudah jelas dan tetap tak diikuti, maka kesalahan ada pada bawahan.”

Dengan itu, Sun Tzu langsung memerintahkan pegawai yang mengabaikan instruksinya untuk dihukum.

Menariknya, ketika Sun Tzu memukul drum kembali, seluruh pegawai kini langsung mengikutinya dengan baik.

Dengan ketegasan itu, Sun Tzu mengajarkan bahwa kepatuhan terhadap perintah yang jelas dan baik (righteous) bukanlah pilihan, tetapi kewajiban.

Hari ini, Bapak Presiden @prabowo mengikuti prinsip serupa. Beliau telah menggariskan arah yang jelas dan baik: tak ada toleransi untuk penyelundupan, narkoba, korupsi, dan judi.

Ini bukan sekadar arahan; ini adalah panggilan untuk bergerak bersama guna melindungi bangsa kita dari kanker yang menggerogoti.

Arahan ini tak perlu ditafsirkan lagi, hanya perlu diimplementasi—untuk Indonesia yang maju dan lestari.
RUGI J*D*

Kumparan memberitakan: akibat kalah j*d* online, seorang pria begal taksi online demi tebus motor selingkuhan. 

Iya, Anda tak salah baca. Sudah seabsurd itu dampak j*d* ini. 

Rugi adalah konsekuensi logis dari j*d*. Pasalnya, sistemnya telah diakali agar pemain kalah — lebih dari 80% probabilitas setiap kali main.

Dan mending hanya kalah finansial, seringkali j*d* berdampak pada keretakan keluarga. Ini rugi dunia- akhirat, namanya. 

Oleh karenanya, ada pepatah mengatakan, “Orang yang betul-betul menang dalam j*d* adalah yang TIDAK PERNAH MULAI berj*d*.
ILMU PARFUM

Pepatah mengatakan, “Parfum yang harum bersumber dari bunga yang beragam dan proses yang saksama.”

Ya, parfum yang sempurna tak bisa muncul tiba-tiba. 

Setiap esensi—baik bunga, rempah, maupun kayu—dipilih dengan teliti dari berbagai tempat, melewati proses pencampuran yang cermat guna menciptakan harmoni aroma yang khas.

Parfum yang berkualitas tak bisa diburu-buru. Komposisinya perlu waktu untuk saling menyatu.

Aroma juga butuh waktu untuk meresap dan menetap di kulit. 

Saat parfum itu akhirnya dikenakan, keharumannya tak hanya semerbak tercium, tapi juga meninggalkan kesan yang mendalam—buah dari proses “unity in diversity” yang tak terburu-buru.

Ilmu pafum jelas berbeda dengan ilmu cabai: begitu digigit, langsung pedas.

Postingan ini bukan tentang parfum.
PANGAN

“Mesir Kuno makmur dan mampu membangun piramida karena ditopang surplus makanannya,” kata Prof. Thomas Logan, pakar sejarah Mesir. 

Berkat Sungai Nil, tanah Mesir menghasilkan gandum melimpah, yang tidak hanya menghidupi rakyatnya tapi juga berperan sebagai fondasi peradaban. 

Swasembada pangan menciptakan stabilitas dalam negeri dan memberi ruang bagi seni dan sains berkembang. Mesir Kuno pun berdiri kokoh di panggung sejarah.

Sebaliknya, Irlandia di abad ke-19 mencatat pelajaran pahit tentang rapuhnya ketahanan pangan. Ketika gagal panen kentang melanda, bencana kemanusiaan pun tercipta. 

Seperempat penduduknya tewas atau bermigrasi. Dari Irlandia kita belajar: tanpa ketahanan pangan, jangankan mencapai kesejahteraan, kelangsungan negeri pun tak pasti.

Jepang belajar dari sejarah ini. Di abad ke-20, Jepang menetapkan ketahanan pangan sebagai prioritas, memastikan rakyatnya punya cukup makan di masa damai maupun perang. 

Bagi Jepang, negara yang rakyatnya kenyang dan punya gizi yang seimbang adalah negara yang kuat—siap menghadapi segala turbulensi dari dalam maupun luar negeri. 

Di dunia yang kini rentan terguncang oleh krisis pasokan, banyak negara pun sering dibuat kelimpungan mengamankan kebutuhan pangannya.

Di saat krisis besar, akan terjadi prinsip nafsi-nafsi. Setiap negara akan memprioritaskan memberi makan warganya sendiri ketimbang membantu negara lain—ini realita yang harus dipahami. 

Di sini, kita kembali diingatkan bahwa ketahanan pangan adalah tameng sunyi yang menjaga kedaulatan, keberlangsungan, dan harga diri bangsa.

Sejarah mengajarkan bahwa kekuatan sejati suatu bangsa dimulai dari benih pangan yang ditanam di tanah sendiri—bukan di tanah bangsa lain. 

Benih kecil itu tak hanya menjamin kehidupan generasi saat ini, tapi juga menjanjikan kesejahteraan dan keberlanjutan bagi generasi mendatang.

Bismillah, Indonesia segera swasembada pangan 🇮🇩
Pemain yang hebat di dalam dan di luar lapangan. Benteng kokoh di klub dan di timnas. 

@rizkyridhoramadhani