Allah berfirman:
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ – ٦
Tunjukilah kami jalan yang lurus (QS. Al-Fatihah [1]: 6).
Setiap kali kita mendirikan shalat–baik shalat wajib maupun sunnah–kita senantiasa membaca doa yang terkandung di dalam surat Al-Fatihah ini. Doa yang singkat ini rupanya mengandung makna yang begitu dalam.
“Ihdina” (tunjukilah kami) berasal dari kata hidayaat yang artinya memberi petunjuk ke suatu jalan yang lurus. Imam Ali ra. menafsirkan “Ihdina” sebagai permohonan dan harapan dari seorang hamba Allah agar tetap berkomitmen dan berdedikasi penuh terhadap agama Allah.
Lebih jauh lagi, yang dimaksud oleh doa ini bukan sekadar mendapat hidayah atau petunjuk saja, tetapi juga memohon untuk diberi taufik, yaitu kesempatan dan kemampuan untuk menempuh jalan yang lurus, yaitu jalan yang diridhai oleh Allah.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ menyampaikan perumpamaan tentang Sirat Al-Mustaqim (jalan yang lurus).
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا وَعَلَى جَنْبَتَيْ الصِّرَاطِ سُورَانِ فِيهِمَا أَبْوَابٌ مُفَتَّحَةٌ وَعَلَى الْأَبْوَابِ سُتُورٌ مُرْخَاةٌ وَعَلَى بَابِ الصِّرَاطِ دَاعٍ يَقُولُ أَيُّهَا النَّاسُ ادْخُلُوا الصِّرَاطَ جَمِيعًا وَلَا تَتَفَرَّجُوا وَدَاعٍ يَدْعُو مِنْ جَوْفِ الصِّرَاطِ فَإِذَا أَرَادَ يَفْتَحُ شَيْئًا مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ قَالَ وَيْحَكَ لَا تَفْتَحْهُ فَإِنَّكَ إِنْ تَفْتَحْهُ تَلِجْهُ
Allah telah membuat perumpamaan tentang Sirat Al-Mustaqim (jalan yang lurus): Di kedua sisi jalan terdapat pagar dengan banyak pintu yang tidak terkunci dan setiap pintu memiliki tirai. Ada seorang penyeru di depan jalan yang berseru, ‘Wahai manusia, tetaplah di jalan yang lurus ini dan jangan sampai kalian menyeleweng darinya.’ Jika ada seseorang yang hendak membuka sedikit dari salah satu pintu yang tidak terkunci itu, penyeru yang lain akan berkata, ‘Hati-hati, jangan kau buka pintu itu. Sebab jika kau buka, kau akan terperosok ke jalan itu dan meninggalkan jalan yang lurus ini (HR. Ahmad no. 16976).
Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa Sirat Al-Mustaqim adalah Islam, kedua pagar itu adalah hukum-hukum Allah yang membatasi manusia, dan pintu-pintu yang tidak terkunci itu adalah larangan-larangan Allah. Sedangkan penyeru yang berada di depan jalan (shirath) adalah Alquran dan penyeru yang lain adalah hati nurani yang dianugerahkan sebagai penuntun dari Allah untuk setiap orang-orang yang beriman.
Referensi: Tafsir Al-Jalalain, Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibnu Katsir; HR. Ahmad.