
Will dan Ariel Durant — sejarawan besar penulis The Lessons of History — mencatat sebuah kenyataan yang mencengangkan:
Dari 3.421 tahun sejarah manusia yang tercatat, hanya 268 tahun benar-benar bebas dari perang.
Artinya, 92 persen sejarah manusia adalah sejarah pertumpahan darah.
Dan Durant mewanti-wanti: Perang tidak peduli apakah peradaban itu maju, modern, atau sistemnya demokratis.
Semuanya—sami mawon—tetap bisa terjebak dalam hasrat untuk berperang.
Sebab perang lahir bukan hanya dari kepentingan politik dan ekonomi.
Ia juga bisa lahir dari ambisi, ketakutan, kerakusan—bahkan dari sesuatu yang tampaknya seromantis cinta, atau sebusuk kebencian.
Itulah sebabnya para pendiri bangsa menegaskan prinsip yang hingga kini menjadi pegangan:
Indonesia tidak boleh terikat pada aliansi atau blok militer apa pun yang dapat menyeretnya ke medan perang yang bukan pilihannya.
Maka ketika dunia membakar ladangnya, bangsa yang bijak tidak ikut menyalakan api. Ia berupaya memadamkannya.
Tak lupa pula ia menyiram kebunnya sendiri—memupuk ketahanan pangan, energi, dan air—agar rakyatnya tetap tumbuh meski dunia sedang terbakar.