
Andai saja yang diputar oleh truk berisi kumpulan speaker raksasa bervolume tinggi adalah lantunan Al-Qur’an sekalipun — bisa jadi tetap haram hukumnya.
Kenapa?
Karena suara yang keluar menembus 130 desibel, setara dengan suara mesin jet tempur dalam jarak 30 meter.
Bukan cuma bising, tapi sudah masuk kategori BAHAYA menurut standar kesehatan dari WHO dan CDC.
Paparan di atas 120 dB bisa menyebabkan nyeri hingga kerusakan permanen pada telinga, bahkan hanya dalam hitungan detik.
Semakin tinggi desibelnya, semakin singkat waktu aman paparan. Dan pada 130 dB, batasnya nyaris nol detik.
Ini bukan soal selera atau pekerjaan, ini soal dharar — kerusakan bagi diri sendiri dan orang lain.
Rasulullah ﷺ bersabda:
Jangan membahayakan diri dan jangan membahayakan orang lain. (HR. Ibnu Majah no. 2341)
Maka, jika kerasnya suara itu:
Mengganggu warga—apalagi balita, lansia atau orang sakit—bahkan bisa merusak pendengaran manusia, maka ia masuk dalam perbuatan yang dilarang secara agama.
Bahkan sebelum agama melarang, nurani pun tahu itu salah.
Memaksa orang lain mendengar suara yang menyakitkan adalah bentuk ketidakadilan—yang disamarkan sebagai hiburan.
Dan kita tidak menolak hiburan. Tapi jangan sampai, karena ingin terhibur, orang lain justru terluka.