
23 September 2025.
Seorang putra bangsa akan berdiri di mimbar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Di hadapan para pemimpin dunia.
Disaksikan miliaran umat manusia.
Bukan sekadar pidato.
Ini adalah kelanjutan sejarah.
76 tahun lalu, sang ayah pernah bersuara di gedung yang sama.
Mengecam agresi.
Menggalang Asia untuk kemerdekaan Indonesia.
Mengetuk pintu nurani dunia.
Hari ini, estafet itu berlanjut.
Sang putra berbicara di urutan ketiga
setelah Brasil dan tuan rumah Amerika
saat ruangan penuh, mata dunia tertuju.
Setelah satu dekade, Indonesia kembali hadir secara langsung di panggung utama dunia.
Membawa suara rakyatnya.
Membawa harapan bangsa-bangsa.
Menegaskan bahwa diplomasi lebih mulia daripada agresi.
Bahwa meja perundingan lebih bijak daripada medan pertempuran.
Bahwa multilateralisme adalah nafas bersama umat manusia.
Bahwa unilateralisme hanyalah hasrat segelintir yang berbahaya.
Bahwa perdamaian adalah tanah subur tempat kesejahteraan tumbuh.
Agar anak-anak dunia — dari Amerika, Indonesia, Palestina, hingga Zambia —
dapat tersenyum bahagia, hidup sejahtera, tanpa rasa takut akan masa depan mereka.





