Isu legalisasi ganja medis muncul setelah salah seorang ibu dengan anak yang menderita kelainan saraf (cerebral palsy) menyuarakan kebutuhannya terhadap ganja sebagai langkah pengobatan sang anak.
Sang ibu terinspirasi dari penderita lainnya yang mengalami kemajuan setelah mendapatkan terapi minyak biji ganja di Australia.
Ganja termasuk zat adiktif jenis narkotika. Dalam Islam, semua jenis makanan yang dapat menyebabkan mabuk atau hilang akal termasuk dalam kategori khamr dan hukumnya haram.
Pengkategorian ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ:
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
Setiap yang memabukkan itu adalah khamr, dan setiap yang memabukkan hukumnya haram (HR. Muslim no. 2003).
Oleh karena itu, maka para ulama sepakat mengharakamkan penggunaan ganja untuk tujuan mabuk-mabukan atau bersenang-senang (recreational use).
Adapun untuk tujuan medis (medicinal use), para ulama berbeda pendapat.
Pengobatan dengan sesuatu yang haram atau najis
Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa Allah tidak menciptakan obat dari sesuatu yang haram. Suatu hari, putri dari Sahabat Ummu Salamah ra. sakit. Dia pun membuatkan khamr lalu diberikan kepada anaknya. Saat sang anak mabuk, Rasulullah ﷺ datang dan menanyakan keadaannya kepada Ummu Salamah. Setelah menceritakan kronologinya, Rasulullah ﷺ bersabda:
إنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
Sesungguhnya Allah tidak membuat suatu obat dari perkara yang diharamkan untuk kalian (Mu’jam Thabarani Kabir no. 24384, Imam Suyuti menilai hadis ini shahih).
Ulama fikih sepakat, bahwa berobat dengan sesuatu yang haram dilarang jika masih ditemukan obat dengan efektifitas yang sama dari sesuatu yang halal.
Adapun jika obat dari suatu penyakit belum ditemukan selain dari sesuatu yang haram, maka Imam Nawawi menyampaikan bahwa ulama mazhab Syafii menghukumi boleh berobat dengannya. Imam Al-Mawardi menjelaskan bahwa ini termasuk ke dalam kondisi darurat yang membolehkan melakukan perbuatan yang dilarang.
Kaidah fikih mengatakan:
ِالضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَات
Kondisi darurat mengizinkan perbuatan yang dilarang (Al-Mantsur fi Al-Qawaid, Az-Zarkasyi).
Melegalkan Penggunaan Ganja dalam Pengobatan Medis
Ganja termasuk jenis khamr yang memiliki dalil khusus. Pada kasus khamr, Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّهُ لَيْسَ بِدَوَاءٍ وَلَكِنَّهُ دَاءٌ
Sungguh khamr itu bukanlah obat, melainkan penyakit (HR. Muslim no. 1984).
Berdasarkan dalil ini, para ulama mazhab Syafii memiliki pandangan berbeda. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa khamr tidak boleh dikonsumsi walaupun untuk mengobati penyakit. Sebagian lagi berpendapat bahwa khamr boleh digunakan untuk pengobatan medis.
Sampai saat ini belum ada kebijakan dari Majelis Ulama Indonesia mengenai legalisasi ganja untuk kebutuhan medis.
Namun, Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika mengatakan bahwa, negara mengizinkan penggunaan ganja secara terbatas untuk kebutuhan ilmu pengetahuan dengan pengawasan ketat Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Dari berbagai fatwa lembaga fikih disebutkan bahwa, penggunaan ganja untuk kebutuhan medis harus memenuhi setidaknya syarat-syarat berikut:
- Kondisi darurat.
- Tidak ada zat lain yang bisa menggantikannya.
- Produk tersebut sudah hampir dipastikan bisa mengobati penyakit yang diderita.
- Tidak ada efek samping yang lebih membahayakan daripada efek pengobatan yang diberikan.
- Penggunaannya tidak melebihi dosis yang diperlukan.
Catatan akhir
Para ulama sudah sepakat bahwa penggunaan ganja untuk bersenang-senang (recreational use) hukumnya haram. Adapun penggunaannya untuk pengobatan (medicinal use), para ulama berbeda pendapat, sebagian membolehkan, dan sebagian lainnya melarang.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.