Dua profesor diaspora Indonesia di Amerika Serikat, Professor Herry Utomo dan Professor Ida Wenefrida, telah menciptakan inovasi yang luar biasa di bidang pangan. Mereka berhasil mengembangkan varietas beras kaya protein yang dinamakan Cahokia. Varietas ini tidak hanya berpotensi mengatasi masalah malnutrisi di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang inovasi ini, mulai dari siapa, di mana, kapan, dan hasil dari inovasi tersebut.
Professor Herry Utomo dan Professor Ida Wenefrida adalah dua ahli bioteknologi tanaman yang berkarier di Louisiana State University (LSU). Kedua profesor ini telah mengabdikan hidup mereka untuk penelitian dan pengembangan tanaman, khususnya padi. Dengan latar belakang pendidikan yang kuat dan pengalaman bertahun-tahun, mereka mampu menciptakan varietas beras yang dapat memberikan kontribusi signifikan dalam memerangi malnutrisi global.
Inovasi beras Cahokia dilakukan di Louisiana State University (LSU), salah satu universitas terkemuka di Amerika Serikat yang memiliki fasilitas penelitian canggih di bidang agrikultur dan bioteknologi. Penelitian ini memanfaatkan laboratorium mutakhir dan lahan uji coba yang tersedia di LSU, memungkinkan kedua profesor untuk mengembangkan dan menguji varietas beras baru mereka secara komprehensif.
Penelitian untuk mengembangkan beras Cahokia dimulai pada tahun 2007 dan berlangsung selama beberapa tahun. Proses ini melibatkan berbagai tahap pengujian dan optimasi, hingga akhirnya pada tahun 2018, varietas beras Cahokia berhasil dipatenkan di Amerika Serikat. Beras ini mulai dipromosikan dan dijual di supermarket-supermarket di AS pada tahun 2020.
Beras Cahokia memiliki kandungan protein sekitar 50% lebih tinggi dibandingkan beras biasa. Jika satu porsi nasi biasa mengandung 4 gram protein, maka porsi yang sama dari beras Cahokia mengandung 6 gram protein. Peningkatan kandungan protein ini sangat penting, terutama bagi masyarakat yang mengandalkan beras sebagai makanan pokok namun tidak mampu membeli sumber protein hewani seperti daging.
Selain kandungan proteinnya yang tinggi, beras Cahokia juga memiliki beberapa keunggulan lain. Beras ini aman untuk penderita diabetes karena memiliki indeks glikemik yang lebih rendah, yang berarti proses konversi karbohidrat menjadi glukosa berlangsung lebih lambat. Hal ini membantu mengendalikan kadar gula darah setelah makan.
Blake Gerard, seorang petani beras yang telah menanam padi selama 18 tahun, menyatakan bahwa ia telah memanen varietas beras Cahokia sebanyak lima kali dan hasilnya konsisten baik dalam hal kandungan protein maupun hasil panen. Profesor Ida menambahkan bahwa beras Cahokia tidak memerlukan biaya tambahan dalam proses penanaman dan panen. Setiap hektar dapat menghasilkan hingga 150 kilogram protein murni tambahan, yang setara dengan 550 kilogram daging dan 4.500 liter susu.
Pengembangan beras Cahokia dimulai dengan penggunaan varietas padi Amerika, Cypress, yang kemudian diseleksi melalui proses mutasi terinduksi. Sel-sel varietas ini ditumbuhkan dalam media kultur yang mengandung S-2-aminoethyl-L-cystein (AEC) dan analog sulfur L-lysine. Proses ini menghasilkan varietas padi yang memiliki kandungan protein tinggi. Lebih dari 10 juta sel diseleksi berdasarkan kemampuan toleransi terhadap AEC, dan sel yang bertahan hidup dipindahkan ke media regenerasi untuk menghasilkan platelet.
Platelet yang dihasilkan kemudian ditransplantasi ke rumah kaca untuk pengujian lapangan, menghasilkan benih yang diuji lebih lanjut. Tanaman yang steril dibuang, sementara yang fertil ditanam kembali. Dari generasi pertama hingga generasi kelima, konsistensi kandungan protein diobservasi dan dipastikan tetap tinggi.
Dengan luas lahan sawah 1,8 juta hektar di Amerika Serikat, beras Cahokia berpotensi menghasilkan 0,23 juta ton protein tambahan setiap tahunnya. Jika beras ini ditanam di Indonesia, yang memiliki luas lahan sawah empat setengah kali lebih besar dari AS, protein murni tambahan yang dapat dihasilkan bisa mencapai 1 juta ton, setara dengan 3,6 juta ton daging.
Proses penanaman beras Cahokia tidak memerlukan biaya tambahan dan dapat diproduksi hingga 7.560 kg per hektar. Selain itu, kualitas penggilingan beras Cahokia sangat baik dengan 60,5% bulir utuh dan 68,9% hasil penggilingan total, serta mengandung 21,8% amilosa.
Kesimpulan
Inovasi beras Cahokia yang dilakukan oleh Professor Herry Utomo dan Professor Ida Wenefrida merupakan terobosan besar dalam bidang pangan. Dengan kandungan protein yang tinggi dan berbagai keunggulan lainnya, beras ini memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah malnutrisi di seluruh dunia. Inovasi ini tidak hanya menunjukkan kemampuan akademis diaspora Indonesia di Amerika Serikat, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat global. Beras Cahokia adalah bukti bahwa penelitian dan dedikasi dapat menghasilkan solusi yang bermanfaat bagi banyak orang.