“Rajanya bagus tapi Boyar-nya yang buruk dan bikin rusak segalanya,” adalah ungkapan kekesalan rakyat jelata yang sering didengar di Abad Pertengahan Rusia dan negara Slavia lainnya.
Berarti ‘ningrat’, Boyar adalah tuan tanah feodal nan kaya yang tugasnya membatu raja (tsar/prince) dalam memerintah.
Namun kenyataannya, Boyar biasanya begitu sibuk dengan kepentingan pribadinya dan menjelma menjadi kelompok yang (dangerously) powerful dan unik.
Mengapa mereka powerful?
Karena power mereka itu berasal dari kepemilikan tanah yang tidak bisa diambil oleh raja.
Boyar pun menjadi “voter abadi” dalam percaturan politik di masa itu. Rajanya bisa beda, Boyarnya itu-itu saja.
Mengapa mereka unik?
Karena mereka bisa gonta-ganti loyalitas kepada raja atau oposisinya kapan pun. Boyar pun tak bisa dipecat. Wow, ini bawahan atau sultan?
Raja mana pun biasa dibuat pusing oleh Boyar. Mau naik ke tangga kekuasaan (umumnya) butuh Boyar (dan bayar).
Mau langgeng berkuasa? Perlu dukungan Boyar biar tak lengser. Boyar pun lihai minta jatah yang tentunya tak murah.
Kalau dipelihara umumnya jadi parasit, kalau dibuang PASTI berontak. Pusing Pala Barbie.
Tumbal para Boyar pun tak terhitung jumlahnya. Ayah Vlad Dracula, Vlad II, dikhianati dan dibunuh oleh Boyar. Begitu pula beberapa keturunannya.
Tsar Ivan “the Terrible” tahu betul dahsyatnya Boyar.
Di-bully Boyar sejak kecil, Ivan benci terhadap mereka, tapi Boyar bukan bocil tak berdaya.
Boyar selalu bisa membalas dengan manuver licik nan licin.
Sudah pusing dikerjai dan ditusuk dari belakang oleh para Boyar, Ivan akhirnya memilih lengser pada 3 Januari 1565.
Beruntung rakyat Rusia mendukungya sehingga dia bisa come back. Ivan pun memilih langkah potong satu generasi Boyar.
Menggandeng Boyar untuk menggapai kekuasaan lebih sering membawa kesialan, ketimbang keberuntungan.
“Ibarat berdansa dengan Devil, kita pun pasti terbakar,” kata Prof. Carl Pohlhammer saat mengilustrasikan relasi Boyar dan raja-raja di negara Slavia.
Sayangnya, sejarah itu sering berulang tidak hanya karena faktor kebetulan belaka. Tapi lebih karena ia dianggap sebagai sesuatu yang usang hingga sering dilupakan.