Tekan ESC untuk keluar

DARI HOBI MENJADI SUMBER PENGHIDUPAN: SENI POTONG KERTAS UNIK MAULANA AZIZ YANG MENDUNIA

Maryland — Berawal dari sekadar mengisi waktu luang untuk mengusir kejenuhan, diaspora Indonesia asal Purwakarta, Maulana Abdul Azis, yang kini tinggal di negara bagian Maryland, AS, menemukan kecintaannya pada seni potong kertas yang unik, yang ia namai Cutterme.

Cutterme adalah seni potong kertas menggunakan cutter atau pemotong dengan mata pisau menyerupai silet, membentuk wajah dalam tampilan seperti potret stensil.

“Awalnya saya punya hobi belajar menggambar, mendesain grafis, lalu bergeser jadi membuat sketsa wajah. Kemudian saya menggabungkan kemampuan membuat sketsa dengan pola-pola tertentu,” ujar Maulana Abdul Azis kepada VOA.

“Pada mulanya, saya terobsesi membuat pola batik. Jadi dari awal sudah spesifik membuat pola-pola batik, lalu digabungkan dengan sketsa, dicetak, dan dipotong dengan cutter,” tambahnya.

Maulana mulai memperkenalkan Cutterme pada tahun 2015 saat masih kuliah S1 jurusan Linguistik di Universitas Al-Azhar di Kairo. Tak disangka, karya seninya menarik perhatian banyak orang, terutama mahasiswa asal Asia Tenggara.

“Setelah bisa membuat gambar, teman-teman di sekitar saya berkata, ‘oh, ini mirip juga, bagus juga.’ Ada teman yang meminta saya membuatkan untuk pacarnya sebagai hadiah pendekatan. Saat itu belum dijual, tapi saya sudah berani membuatnya,” jelasnya.

Berbekal testimonial yang bagus dari orang-orang di sekitarnya, Maulana mulai memberanikan diri untuk mengkomersilkan Cutterme. Tak diduga, hobi yang dijadikan usaha ini mampu membiayai kehidupannya saat itu.

“Ternyata dari gambar ini saya bisa hidup waktu itu,” kenangnya.

Meskipun pesanan Cutterme tidak datang setiap hari dan terkadang sulit diprediksi, pelanggan Maulana biasanya memesan karya seninya untuk kado ulang tahun atau acara tertentu.

“Dalam seminggu hanya ada satu pesanan, atau dalam sebulan hanya ada tiga,” kata Maulana.

Namun, saat musim wisuda tiba, Maulana kebanjiran pesanan. Tidak hanya mahasiswa, ia juga pernah menghasilkan karya seni untuk beberapa pejabat dan artis.

“Pada tahun 2017, saya membuat karya untuk Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan. Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, juga istrinya, serta Ridwan Kamil. Saya juga membuat karya untuk pejabat-pejabat kampus Universitas Al-Azhar, Russian University, Egypt, dan pejabat lembaga kebahasaan di Giza. Untuk selebriti, saya membuat untuk Najwa Shihab, Putri Ariani, Enzy Storia, dan Yuni Shara,” ungkapnya.

Harga karya seni Maulana ini bervariasi, mulai dari 200 ribu hingga 7 juta rupiah, tergantung ukuran dan kesulitan proses pembuatannya. Satu karya biasanya membutuhkan waktu sekitar 3 jam.

“Makin kecil polanya, makin lama waktu yang dibutuhkan. Jadi sebenarnya yang menentukan bukan ukuran kertasnya, tapi seberapa kecil lubang-lubang pola yang perlu dipotong,” jelas Maulana.

“Meskipun sangat besar, tapi jika polanya besar-besar, ya cepat juga,” tambahnya.

Tidak jarang Maulana mendapat pesanan unik dan menantang. Pernah suatu kali ia diminta membuat karya yang menampilkan sekitar 14 orang dalam satu gambar besar.

“Mereka mengirim satu foto bersama. Kendalanya adalah ketika membuat sketsa, kita butuh foto dengan detail wajah yang jelas. Garis mata, hidung, dan sebagainya. Jika foto bersama, jaraknya jauh dan saat di-zoom filenya terlihat buram,” cerita Maulana.

Solusinya adalah dengan meminta foto satu per satu dari ke-14 orang tersebut, kemudian ia jadikan satu dalam satu gambar. Tidak hanya pesanan unik, kadang ia juga mendapat permintaan khusus dari pelanggannya.

“Ada yang meminta pipinya dibuat tirus, hidungnya lebih mancung, atau matanya lebih kecil,” ujar Maulana.

Diaspora Indonesia di Maryland, Arya Winata, yang juga rekan kerja Maulana, pernah mendapat karya seni Cutterme dan merasa senang dengan hasilnya.

“Menurut saya, mirip sama saya, tembem-tembemnya mirip, gendut-gendutnya juga mirip. Dia memotret saya sebagai pekerja dengan skateboard yang tinggal di tengah kota. Karya ini memang sangat detail dan memakan waktu,” ujar Arya Winata kepada VOA.

Saat ini, Maulana belum bisa menerima banyak pesanan, karena menurutnya bisnis seperti Cutterme cukup menantang, terutama dalam mencari rekan kerja.

“Ketika mengajak orang untuk ber-partner dalam pengelolaan bisnis mungkin bisa, tapi dalam proses pengerjaan itu susah. Jika ada 10 pesanan dalam waktu bersamaan, itu tidak bisa selesai dalam dua hari. Pasti dua hari itu hanya satu pesanan yang selesai,” jelas Maulana.

“Jadi mengajak orang untuk ‘ayo memotong bareng,’ itu susah, karena orang tersebut harus dilatih dulu cara memotongnya dan itu lama. Bahkan saya pun mengakui produk yang saya jual di awal-awal, kalau sekarang saya lihat, pasti saya bilang, ‘jelek banget ya. Kok, saya berani banget jual?'” katanya.

Hingga kini, Maulana telah menghasilkan 600 karya seni potong kertas. Meski rumit dan membutuhkan waktu lama, Maulana menemukan kepuasan tersendiri di dalamnya.

“Saya bisa melihat reaksi orang, senyum, puas, terkejut, membekas di hati,” ujarnya.

“Dari 600 itu, yang paling membekas di hati saya adalah yang saya berikan secara cuma-cuma,” jawabnya.

Pada akhirnya, Maulana ingin memberikan kebahagiaan bagi banyak orang melalui hasil karya seninya.

@hamdan.hamedan on Instagram
SUN TZU (DAN PRESIDEN)

Ahli strategi Sun Tzu pernah diminta oleh Raja Helu untuk mendidik kedisiplinan dan keteraturan di lingkungan istana. Sang ahli strategi pun menyanggupi.

Sun Tzu lalu memberi instruksi yang jelas: ketika drum dipukul, seluruh pegawai harus bergerak menuju arah yang ditentukan—kiri, kanan, maju, atau mundur.

Rupanya ada beberapa pegawai yang mengabaikan. Sun Tzu pun mengingatkan lagi dengan jelas agar mereka mengikuti arahan, tapi lagi-lagi sebagian pegawai lancang mengabaikan.

Sun Tzu lalu berkata, “Jika instruksi dari atasan tidak jelas, maka kesalahan ada pada atasan. Tapi jika instruksi dari atasan sudah jelas dan tetap tak diikuti, maka kesalahan ada pada bawahan.”

Dengan itu, Sun Tzu langsung memerintahkan pegawai yang mengabaikan instruksinya untuk dihukum.

Menariknya, ketika Sun Tzu memukul drum kembali, seluruh pegawai kini langsung mengikutinya dengan baik.

Dengan ketegasan itu, Sun Tzu mengajarkan bahwa kepatuhan terhadap perintah yang jelas dan baik (righteous) bukanlah pilihan, tetapi kewajiban.

Hari ini, Bapak Presiden @prabowo mengikuti prinsip serupa. Beliau telah menggariskan arah yang jelas dan baik: tak ada toleransi untuk penyelundupan, narkoba, korupsi, dan judi.

Ini bukan sekadar arahan; ini adalah panggilan untuk bergerak bersama guna melindungi bangsa kita dari kanker yang menggerogoti.

Arahan ini tak perlu ditafsirkan lagi, hanya perlu diimplementasi—untuk Indonesia yang maju dan lestari.
RUGI J*D*

Kumparan memberitakan: akibat kalah j*d* online, seorang pria begal taksi online demi tebus motor selingkuhan. 

Iya, Anda tak salah baca. Sudah seabsurd itu dampak j*d* ini. 

Rugi adalah konsekuensi logis dari j*d*. Pasalnya, sistemnya telah diakali agar pemain kalah — lebih dari 80% probabilitas setiap kali main.

Dan mending hanya kalah finansial, seringkali j*d* berdampak pada keretakan keluarga. Ini rugi dunia- akhirat, namanya. 

Oleh karenanya, ada pepatah mengatakan, “Orang yang betul-betul menang dalam j*d* adalah yang TIDAK PERNAH MULAI berj*d*.
ILMU PARFUM

Pepatah mengatakan, “Parfum yang harum bersumber dari bunga yang beragam dan proses yang saksama.”

Ya, parfum yang sempurna tak bisa muncul tiba-tiba. 

Setiap esensi—baik bunga, rempah, maupun kayu—dipilih dengan teliti dari berbagai tempat, melewati proses pencampuran yang cermat guna menciptakan harmoni aroma yang khas.

Parfum yang berkualitas tak bisa diburu-buru. Komposisinya perlu waktu untuk saling menyatu.

Aroma juga butuh waktu untuk meresap dan menetap di kulit. 

Saat parfum itu akhirnya dikenakan, keharumannya tak hanya semerbak tercium, tapi juga meninggalkan kesan yang mendalam—buah dari proses “unity in diversity” yang tak terburu-buru.

Ilmu pafum jelas berbeda dengan ilmu cabai: begitu digigit, langsung pedas.

Postingan ini bukan tentang parfum.
PANGAN

“Mesir Kuno makmur dan mampu membangun piramida karena ditopang surplus makanannya,” kata Prof. Thomas Logan, pakar sejarah Mesir. 

Berkat Sungai Nil, tanah Mesir menghasilkan gandum melimpah, yang tidak hanya menghidupi rakyatnya tapi juga berperan sebagai fondasi peradaban. 

Swasembada pangan menciptakan stabilitas dalam negeri dan memberi ruang bagi seni dan sains berkembang. Mesir Kuno pun berdiri kokoh di panggung sejarah.

Sebaliknya, Irlandia di abad ke-19 mencatat pelajaran pahit tentang rapuhnya ketahanan pangan. Ketika gagal panen kentang melanda, bencana kemanusiaan pun tercipta. 

Seperempat penduduknya tewas atau bermigrasi. Dari Irlandia kita belajar: tanpa ketahanan pangan, jangankan mencapai kesejahteraan, kelangsungan negeri pun tak pasti.

Jepang belajar dari sejarah ini. Di abad ke-20, Jepang menetapkan ketahanan pangan sebagai prioritas, memastikan rakyatnya punya cukup makan di masa damai maupun perang. 

Bagi Jepang, negara yang rakyatnya kenyang dan punya gizi yang seimbang adalah negara yang kuat—siap menghadapi segala turbulensi dari dalam maupun luar negeri. 

Di dunia yang kini rentan terguncang oleh krisis pasokan, banyak negara pun sering dibuat kelimpungan mengamankan kebutuhan pangannya.

Di saat krisis besar, akan terjadi prinsip nafsi-nafsi. Setiap negara akan memprioritaskan memberi makan warganya sendiri ketimbang membantu negara lain—ini realita yang harus dipahami. 

Di sini, kita kembali diingatkan bahwa ketahanan pangan adalah tameng sunyi yang menjaga kedaulatan, keberlangsungan, dan harga diri bangsa.

Sejarah mengajarkan bahwa kekuatan sejati suatu bangsa dimulai dari benih pangan yang ditanam di tanah sendiri—bukan di tanah bangsa lain. 

Benih kecil itu tak hanya menjamin kehidupan generasi saat ini, tapi juga menjanjikan kesejahteraan dan keberlanjutan bagi generasi mendatang.

Bismillah, Indonesia segera swasembada pangan 🇮🇩
Pemain yang hebat di dalam dan di luar lapangan. Benteng kokoh di klub dan di timnas. 

@rizkyridhoramadhani