Tekan ESC untuk keluar

DESAIN JERSEY OLIMPIADE 2024 OLEH DIDIET HEDIPRASETYO: SIMBOL NASIONALISME DAN ELEGANSI

Indonesia kini memiliki jersey Olimpiade baru yang memukau, hasil karya desainer ternama Didiet Hediprasetyo. Didiet, yang juga merupakan putra dari presiden terpilih Prabowo Subianto, telah menciptakan sebuah desain yang menggabungkan estetika modern dengan semangat kebangsaan yang kuat. Terinspirasi dari lagu patriotik “Berkibarlah Benderaku” karya Ibu Sud, jersey ini menjadi simbol kebanggaan nasional yang mendalam.

Didiet menerima tawaran dari National Olympic Committee (NOC) Indonesia dengan penuh antusiasme dan mengungkapkan bahwa kesempatan ini adalah cara untuk memberikan kontribusi nyata kepada bangsa dan negara. Ia menekankan bahwa desain tersebut bukan hanya tentang estetika, tetapi juga tentang semangat dan kebanggaan nasional.

Raja Sapta Oktohari, Ketua NOC Indonesia, menegaskan bahwa kontribusi Didiet tidak hanya terbatas sebagai desainer. Didiet juga mendanai pameran jersey ini melalui Didiet Hediprasetyo Foundation, menunjukkan komitmen Didiet untuk mendukung kontingen Indonesia secara lebih luas.

Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, yang hadir dalam pameran jersey tersebut, memberikan pujian tinggi. Ia merasa terkesima dengan desain yang sederhana namun elegan, didominasi warna merah dan putih dengan sentuhan hitam. Kombinasi warna ini mencerminkan bendera Indonesia dan memberikan kesan yang kuat dan berani.

Respon positif dari masyarakat Indonesia terhadap desain ini juga terlihat jelas di media sosial. Komentar-komentar positif membanjiri berbagai platform, menandakan apresiasi tinggi terhadap karya Didiet. Jersey ini tidak hanya menjadi simbol kebanggaan nasional, tetapi juga wujud nyata dari semangat gotong royong dan kontribusi untuk bangsa.

Didiet Hediprasetyo telah berhasil menciptakan sebuah karya yang bukan hanya indah dilihat, tetapi juga sarat makna. Jersey ini diharapkan dapat memberikan semangat tambahan bagi para atlet Indonesia yang akan berlaga di Olimpiade Paris 2024, serta menginspirasi masyarakat Indonesia untuk terus mendukung atlet-atlet kebanggaannya.

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩