
Di tengah dunia yang penuh gejolak geopolitik—perang, tarif, krisis iklim, krisis pangan—seseorang mungkin bertanya:
Apa yang sebenarnya membuat sebuah negara selamat, bahkan menang, dalam percaturan politik dunia?
Profesor Robert Axelrod dari University of Michigan mencoba menjawab ini lewat sebuah eksperimen legendarisnya.
Ia mensimulasikan sebuah dunia tanpa aturan baku. Tanpa PBB, tanpa wasit, tanpa belas kasihan.
Intinya, sebuah dog-eat-dog world—di mana hanya ada dua pilihan: bekerja sama atau berkhianat.
Ratusan strategi kompleks diuji dan diterapkan.
Tapi hasilnya mencengangkan: strategi paling sederhana — disebut Tit for Tat — justru yang paling konsisten unggul dalam jangka panjang.
Strategi ini bertumpu pada 4 prinsip:
1️⃣ Nice — Memulai dengan kooperasi. Tidak zalim atau menyerang lebih dulu.
2️⃣ Provocable — Membalas saat dikhianati. Tidak membiarkan diri dieksploitasi.
3️⃣ Forgiving — Siap berdamai jika lawan kembali kooperatif.
4️⃣ Clear — Konsisten dan mudah dipahami. Tidak bermain licik.
Rupanya, kombinasi sikap-sikap ini menjadikan strategi tersebut tangguh dan sulit dikalahkan—even in a world without rules.
Ya, karena kekuatan mungkin bisa memaksa, tapi hanya karakter yang membangun kepercayaan.
Dan di tengah krisis tatanan global hari ini, kepercayaan bukan lagi sekadar nilai moral—tapi aset geopolitik yang paling langka, dan paling menentukan.
Bagi Indonesia, tantangannya bukan sekadar bertahan di tengah dunia yang gaduh.
Tetapi menjadi kekuatan yang konsisten, dihormati, dan dapat dipercaya.
Karena di dunia tanpa wasit, karakter adalah mata uang kepercayaan—dan fondasi kekuatan jangka panjang.