Tekan ESC untuk keluar

Dua Buku Doa

“Buku doa yang sedang laris yang ini, Pak,” kata pegawai Gramedia Pondok Indah sambil menunjuk ke buku doa dan zikir berwarna hijau dan biru.

“Alhamdulilah,” kataku dalam hati. “Rupanya masih ada juga yang suka buku-bukuku ini.”

Kebahagiaan penulis itu sebetulnya sederhana: dia bahagia bila karyanya dibaca. Laris itu hanya bonus semata.

Apalagi kalau menulis buku islami seperti doa dan zikir ini, tolok ukur keberhasilannya (bagi saya) super sederhana.

Jika ada satu saja orang yang menjadi rutin mengingat Allah karena buku saya, itu sudah keberhasilan. Karena tidak ada amalan yang lebih baik dan disukai daripada mengingat Allah (HR. Ibnu Majah no. 3790).

Sahabat Abu Darda ra. pernah berkata, “Dia yang ingin masuk surga sambil tersenyum bahagia, hendaklah lidahnya senantiasa basah karena mengingat-Nya.”

Dua buku yang insyaAllah terbit minggu ini didesain bagi yang ingin larut dalam ketenangan dan kelezatan zikir dan doa, terlebih lagi menyongsong bulan Ramadan yang tinggal beberapa hari lagi.

Kali ini saya mencoba sekomprehensif mungkin mengumpulkan doa-doa dari Alquran, hadis Rasulullah ﷺ, dan para sahabat. Dari riset tersebut, saya menemukan beberapa doa yang mungkin jarang diketahui tapi layak diamalkan.

Semoga duku buku ini dapat menjadi “sahabat terbaik” dalam mengingat Allah dan menjalani Ramadan.

May Allah make this Ramadan, our best Ramadan ever. Aamiin YRA.

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩