
Efisiensi yang diinginkan Presiden Prabowo Subianto bukan sekadar penghematan anggaran, tetapi pengelolaan cerdas yang memangkas “yang berlebih” tanpa mengorbankan pelayanan publik.
Yang dipangkas adalah lemaknya, bukan ototnya.
Tak perlu perjalanan dinas, bila dapat diselesaikan lewat Zoom. Toh, selama COVID-19 kita bisa.
Tak perlu meeting di hotel berbintang, untuk hal yang bisa diselesaikan lewat email.
Tak perlu belanja barang, kalau dampaknya bagi rakyat ternyata sangat minim.
Prinsip efisiensinya pun sederhana:
✅ Kurangi yang tidak perlu (belanja barang & perjalanan dinas)
✅ Pertahankan yang esensial (layanan publik, kesejahteraan pegawai, bansos)
✅ Pastikan dampak anggaran terasa langsung oleh rakyat
Sebagai ilustrasi, jika efisiensi alat tulis kantor (ATK) bisa menghemat Rp20 triliun, dan perjalanan dinas Rp22 triliun, maka total Rp42 triliun bisa diinvestasikan untuk rakyat.
🏫 Membangun & merenovasi sekolah → agar anak-anak kita belajar dengan baik, bermimpi lebih besar, dan menggapai masa depan yang lebih cerah.
🏥 Meningkatkan fasilitas kesehatan → agar masyarakat tak perlu antre panjang, mendapat pelayanan lebih cepat dan baik, sehingga hidup lebih sehat.
🚜 Meningkatkan dukungan untuk petani & nelayan → agar mereka sejahtera, produksi pangan meningkat, dan harga pangan stabil.
Sejalan dengan inpresnya, efisiensi bukan tentang mengurangi pegawai atau layanan publik, tapi tentang mengelola anggaran dengan cermat agar setiap rupiah benar-benar berdampak dan bermanfaat.