
Aristoteles pernah berkata bahwa tujuan akhir manusia adalah eudaimonia: hidup yang terpenuhi.
Bukan sekadar senang.
Bukan sekadar nyaman.
Tetapi hidup yang mencapai puncak dirinya.
Dan jalan menuju puncak itu adalah budi pekerti.
Bagi Aristoteles, kebajikan bukanlah sesuatu yang ekstrem.
Kebajikan selalu berada di tengah.
Berani adalah kebajikan.
Karena ia berdiri di antara nekat dan penakut.
Dermawan adalah kebajikan.
Karena ia berada di antara boros dan pelit.
Tetapi untuk menemukan titik tengah itu, manusia memerlukan phronesis: kebijaksanaan praktis.
Kebijaksanaan yang tahu kapan, kepada siapa, dan seberapa besar.
Dermawan kepada orang kaya itu tidak bijak.
Sedekah yang terlalu besar hingga keluarga sendiri kesulitan juga tidak bijak.
Dan sedekah yang diberikan ketika seseorang sudah dikubur adalah kebaikan yang datang terlambat.
Kebaikan hanya menjadi kebajikan ketika ia tepat orangnya, tepat waktunya, dan tepat ukurannya.
Di situlah manusia menemukan martabatnya.






