Tekan ESC untuk keluar

HUMOR SUFI: CARI GARA-GARA

Di hadapan para muridnya, Nasruddin menceritakan sebuah kisah:
Di suatu siang yang terik, tiga ekor hewan berjalan-jalan di padang pasir yang gersang dan panas. Tak jelas alasannya, tetapi mereka terus berjalan dan berjalan. Ketiga hewan itu adalah domba, anjing, dan kuda.
Setelah cukup lama berjalan, mereka pun mulai kehausan. Akhirnya mereka memutuskan untuk mencari sumber air terdekat. Setelah lama mencari, mereka mendapati kubangan air kecil. Kubangan itu mungkin hanya berisi satu teguk air yang tentunya tidak akan cukup untuk melepaskan dahaga mereka bertiga.
“Biarkan aku meminum air ini duluan, karena aku sangat kehausan,” ucap si anjing menawarkan diri sambil menjulurkan lidahnya yang sudah kering.
“Jangan, nanti najis air itu. Aku saja yang minum duluan,” tawar si kuda.
“Jangan, kalau kamu yang minum duluan, habislah seluruh air itu,” tolak si domba.
Ketiga hewan itu pun tidak sepakat tentang siapa yang berhak minum duluan. Di tengah kebuntuan, si kuda mempunyai usul untuk menentukan siapa yang paling berhak minum duluan.
“Bagaimana kalau yang paling tua (senior) yang minum duluan, adil kan?” usul si kuda.
Si domba dan si anjing pun sepakat.
Si kuda pun senang sebab ia merasa dirinya paling tua di antara mereka. Selain itu, ia pun siap berbohong demi menghilangkan rasa hausnya.
“Baik, aku yang berhak minum duluan sebab aku paling tua di antara kalian. Aku ini masih cucu dari kudanya Khalid bin Walid, sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang terkenal itu,” ujar si kuda berbohong.
Mendengar ucapan si kuda, si anjing pun tak mau kalah dan bersiasat.
“Kalian tahu anjing Ashabul Kahfi (tujuh pemuda yang tertidur di gua)? Beliau itu ayahku langsung,” sumbar si anjing.
Si domba juga tak mau kalah. Ia pun siap berbohong agar mendapatkan air itu.
“Kalian tentunya pernah dengar domba yang hendak disembelih oleh Nabi Ibrahim kan? Aku tuh saudara kembarnya,” klaim si domba.
Suasana menjadi hening sejenak. Namun, karena ketiganya tahu sebetulnya mereka masing-masing berbohong, mereka pun tidak membiarkan salah satu dari mereka minum air itu. Ketiganya terus bertengkar dan memprioritaskan dirinya sendiri.
Ketika mereka sedang bertengkar, sekawanan gagak datang dan meminum air yang mereka rebutkan sampai habis.
Akhirnya ketiga hewan itu pun syok melihat air yang mereka harapkan habis. Mereka pun terkulai lemah dan nyaris tewas di padang pasir yang begitu gersang.
Setelah mengakhiri ceritanya, Nasruddin ingin menguji pemahaman muridnya tentang cerita tersebut.
“Nah, dari cerita tadi, hikmah apa yang terkandung di dalamnya?” tanya Nasruddin kepada muridnya.
Salah satu murid Nasruddin cekatan mengacungkan jari.
“Hikmahnya adalah kita tidak boleh berbohong,” ucap si murid pede dengan jawabannya.
“Salah,” sahut Nasruddin sambil menggelengkan kepala.
Murid lainnya pun mengacungkan jari.
“Hikmahnya adalah sebagai umat Islam kita harus bersatu. Tidak boleh bertengkar,” sahut si murid.
“Salah,” jawab Nasruddin ketus.
Satu lagi murid Nasruddin mengacungkan jari.
“Hikmahnya adalah kita harus rela mengalah dan berkorban,” ujar si murid.
“Salah banget,” jawab Nasruddin.
“Jadi apa dong hikmahnya?” tanya para murid kepada Nasruddin.
“Hikmahnya adalah jangan suka cari gara-gara. Sudah tahu hari panas, masih saja jalan-jalan ke padang pasir. Itu sih cari penyakit namanya,” jelas Nasruddin sambil terkekeh yang diikuti oleh suara tawa anak-anak muridnya.
~ Dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan (QS. Al-Baqarah [2]: 195).
@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩