Imam Ibnul Mubarak dikabari bahwa budaknya suka menjarah kubur di malam hari. Beliau pun mau tidak mau menginvestigasi kabar tersebut.
Sesampainya di kuburan, Imam Ibnul Mubarak mendapati budaknya membuka terpal dan di dalamnya ada lubang galian kubur.
Nah, di dalam lubang galian tersebut ada bansos—eh maaf salah—ada sajadah. Dan, di atas sajadah, di dalam kubur tersebut, sang budak beribadah dan menangis kepada Allah semalaman.
Imam Ibnul Mubarak tak kuasa membendung tangisnya. Beliau kecewa pada dirinya telah percaya kabar yang tak benar tersebut. Rupanya sang budak adalah orang alim yang tak ingin diketahui oleh orang lain.
Ketika menjelang Subuh, sang budak berdiri lalu mengangkat tangannya ke langit, “Ya Allah, ya Tuhanku, aku melayani-Mu semalaman, kini pagi telah tiba, aku harus melayani tuanku berdagang.”
Seketika itu pula cahaya muncul di atas kepalanya disertai gemerincing uang dirham turun dari langit menuju tangan sang budak.
Imam Ibnul Mubarak tak kuasa lagi, beliau pun lompat dan langsung memeluk budaknya.
“Sungguh engkau adalah tuannya, bukan aku,” kata Ibnul Mubarak. “Aku ini tak ada apa-apanya dibandingkan denganmu.”
Sang budak pun menangis lalu menjerit, “Ya Allah, Engkau telah membuka tabirku, bawalah aku kepada-Mu kalau Engkau ridha.” Seketika itu pula sang budak menghembuskan nafas terakhirnya.
~ Wali itu menutupi kewaliannya dan tidak mungkin mengkomersialkan karomahnya. Yang mengaku wali itu kemungkinan wali murid.