Tekan ESC untuk keluar

KATA MEREKA KAMI TERORIS

Di bulan lahirnya Pancasila, izinkan aku bercerita. Tentang bangsa yang dulu ingin merdeka.

Bangsa itu sudah tak tahan lagi menahan pedihnya menjadi budak dan warga kelas dua.

Bangsa itu sudah tak kuat lagi melihat Ibu Pertiwi dieksploitasi dan diperkosa di depan mata.

Ratusan tahun dijajah, pilihan mereka hanya dua: merdeka atau mati. Itu saja.

Lalu di pagi hari di bulan agustus 1945, pemimpin mereka berani mendeklarasikan kemerdekaan bangsanya.

Namun, ada yang murka. Gubernur Jenderal Van Mook namanya.

Dengan cepat ia menghardik para pejuang kemerdekaan itu sebagai “ekstremis” dan “boneka Jepang.”

Kepada Sekutu, Van Mook menulis propagandanya guna meraih dukungan internasional untuk menjajah kembali:

“Jelas bahwa gerakan republik ini terbatas dan polanya MENIRU KEDIKTATORAN JEPANG.”

“Sangat diragukan bahwa PEMERINTAHAN BONEKA ini memiliki banyak pengikut, dan sangat penting bahwa ORGANISASI EKSTREMIS ini tidak diakui [karena ia] … hanyalah bikinan Jepang.”

Namun, lama-lama Sekutu pun sadar bahwa gerakan republik ini masif dan tak akan berhenti sampai penjajah terusir.

Van Mook pun “terpaksa” merevisi propagandanya.

Tapi dasar Van Mook. Ia melakukannya setengah hati sambil malabeli yang lebih buruk lagi:

“Jelas bahwa gerakan republik ini berkekuatan besar dan memiliki akar yang kuat, lebih dari sekadar GELOMBANG TERORISME.”

Iya, kita tak salah baca. Perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia, kemerdekaan kita semua, dilabeli terorisme.

Dan bagi Van Mook, tokoh seperti Bung Karno, Bung Hatta, Jenderal Sudirman dan segenap pejuang ‘45 tak lebih dari gerombolan teroris.

Dan memang begitulah pola propaganda penjajah. Dengan liciknya mereka melabeli bangsa yang ingin merdeka “ekstremis” bahkan “teroris”.

Dari catatan sejarah, kita belajar bahwa propaganda yang dituduhkan pada Palestina pernah terjadi pula pada Indonesia. Hanya beda nama pelaku dan waktu, tapi polanya sama.

Dan dari George Orwell, kita belajar bahwa bahasa propaganda memang “dirancang untuk membuat kebohongan terdengar seperti kebenaran dan pembunuhan menjadi terhormat.”

@hamdan.hamedan on Instagram
KAPTEN DAN PELATIH SATU NAFAS = SUKSES 

Jose Mourinho bercerita bahwa dia pernah mempunyai kapten hebat di FC Porto. Jorge Costa namanya. 

Saat kondisi kurang ideal, Costa pernah minta izin kepada Mourinho untuk “berbicara” lebih dulu kepada para pemain di ruang ganti sebelum sang pelatih masuk. 

Mourinho pun setuju. 

Hasilnya luar biasa: para pemain langsung terbakar semangat, dan Porto pun keluar sebagai pemenang. 

Bahkan mereka akhirnya sampai mencetak sejarah juara Piala Champions. 

Itulah harmoni antara kapten dan pelatih yang hebat—dua jiwa yang seirama, bekerja sama demi kejayaan tim. 

Kombinasi seperti ini adalah kunci sukses dalam sepakbola, dan lazim ditemukan di tim-tim yang serius mau sukses. 

Yuk, kita bersama-sama mengedukasi tentang pentingnya sinergi antara kapten dan pelatih—bukan mencari hal-hal yang tak substansial, apalagi hanya demi sensasi dan klik semata. 

Trust me, you can do better next time 😊.

P.S. Oh ya, Jorge Costa itu posisinya bek. Jadi mengingatkanku kepada siapa ya? 😎
SELAMAT

Selamat kepada Coach @shintaeyong7777 dan segenap tim atas kemenangan gemilang 2-0 melawan Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Babak Ketiga. 

Rekor-rekor baru pun tercipta:

1️⃣ Kemenangan pertama di babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 
2️⃣ Kemenangan pertama atas Arab Saudi sepanjang sejarah
3️⃣ Indonesia sebagai tim ASEAN tersukses di babak ketiga kualifikasi Piala Dunia dengan raihan 6 poin – melewati Vietnam (4 poin) dan Thailand (2 poin).

Dengan hasil ini, Indonesia berada di peringkat 3 Grup C, membuktikan bahwa harapan itu masih ada dan menyala 🔥

Terima kasih, Garuda, telah membuat kami bahagia dan bangga 🦅🇮🇩

Nah, yang bangga dengan progress dan proses timnas kita, mana nih suaranya? 😊
KEMENANGAN KOLEKTIF 

Garuda terbang tinggi di langit luas,
Menggapai mimpi dengan semangat yang jelas.
Setiap umpan dan setiap gol yang tercipta,
Adalah hasil kerja keras bersama.

Di lapangan hijau mereka berjuang,
Dengan hati yang berani dan jiwa yang lapang.
Kemenangan ini milik kita: Indonesia,
Sebab kala Garuda berkibar, harumlah bangsa. 🇮🇩

Terima kasih, Tim Garuda. 
Lagi dan lagi, kau buat kami menangis bahagia 🦅❤️
Timnas Indonesia sedang berpacu menuju mimpi besar — menembus Piala Dunia. 

Dengan dukungan dan semangat dari seluruh rakyat, serta perhatian besar dari Bapak Presiden @prabowo , semoga mimpi besar kita semua tercapai dan Garuda bisa berkibar di panggung dunia. 

Bersama, kita bisa! Aamiin YRA 🤲🦅🇮🇩🔥

#timnasionalindonesia #beritabola #pemaindiaspora #sty #sepakbola #sepakbolaindonesia #pialadunia #garudamuda #shintaeyong #timnasday #pialadunia #sepakbolamenyatukankita #timnasjuara #timnasgaruda #pemaintimnas #timnasional #prabowo #timnassenior #timnasindonesia #sepakbolaindonesia #bolaindonesia #hamdanhamedan #kualifikasipialadunia #pemainketurunan #pssi #sepakbola #sepakbolaindonesia #timnas #timnassenior #prabowosubianto
SUN TZU (DAN PRESIDEN)

Ahli strategi Sun Tzu pernah diminta oleh Raja Helu untuk mendidik kedisiplinan dan keteraturan di lingkungan istana. Sang ahli strategi pun menyanggupi.

Sun Tzu lalu memberi instruksi yang jelas: ketika drum dipukul, seluruh pegawai harus bergerak menuju arah yang ditentukan—kiri, kanan, maju, atau mundur.

Rupanya ada beberapa pegawai yang mengabaikan. Sun Tzu pun mengingatkan lagi dengan jelas agar mereka mengikuti arahan, tapi lagi-lagi sebagian pegawai lancang mengabaikan.

Sun Tzu lalu berkata, “Jika instruksi dari atasan tidak jelas, maka kesalahan ada pada atasan. Tapi jika instruksi dari atasan sudah jelas dan tetap tak diikuti, maka kesalahan ada pada bawahan.”

Dengan itu, Sun Tzu langsung memerintahkan pegawai yang mengabaikan instruksinya untuk dihukum.

Menariknya, ketika Sun Tzu memukul drum kembali, seluruh pegawai kini langsung mengikutinya dengan baik.

Dengan ketegasan itu, Sun Tzu mengajarkan bahwa kepatuhan terhadap perintah yang jelas dan baik (righteous) bukanlah pilihan, tetapi kewajiban.

Hari ini, Bapak Presiden @prabowo mengikuti prinsip serupa. Beliau telah menggariskan arah yang jelas dan baik: tak ada toleransi untuk penyelundupan, narkoba, korupsi, dan judi.

Ini bukan sekadar arahan; ini adalah panggilan untuk bergerak bersama guna melindungi bangsa kita dari kanker yang menggerogoti.

Arahan ini tak perlu ditafsirkan lagi, hanya perlu diimplementasi—untuk Indonesia yang maju dan lestari.