Alam semesta yang kita huni kira-kira berusia 14 miliar tahun. Tentunya sebuah angka dan usia yang sulit dipahami oleh manusia yang rata-rata hanya hidup 70 tahun di sebuah planet “biru”, “kecil”, dan “muda” yang kita sebut bumi.
Bila ada (salah) satu kelebihan manusia, itu adalah keinginannya untuk memahami tempatnya di alam semesta ini. Dan, yang tak kalah penting, bagaimana awal dari semua ini.
Dengan teknologi mutakhir, Teleskop James Webb baru-baru ini berhasil menangkap ribuan galaksi, termasuk objek paling redup dan jauh yang pernah diamati dalam inframerah.
Teleskop segede gaban seperti James Webb itu berfungsi layaknya mesin waktu. Iya, melihat ke luar angkasa itu layaknya melihat ke masa lalu. Aneh bin ajaib memang, tapi itu benar dan sederhana.
Alasannya: cahaya butuh waktu untuk melakukan perjalananan maha jauh guna sampai ke kita. Objek terdekat dengan bumi, misalnya, bulan, itu berjarak sekitar 390 ribu KM.
Jarak Sabang sampai Merauke saja “cuma” 5000-an KM. Jadi jarak Bumi-Bulan itu 78 kali lipatnya jarak Sabang-Merauke.
Nah, secepat-cepatnya kecepatan cahaya, ia butuh sekitar 1,3 detik untuk sampai ke bumi dari bulan. Jadi, saat kita mendongak ke langit, sejatinya kita melihat bulan dalam wujudnya yang 1,3 detik yang lalu.
Kalau dari matahari bagaimana? Butuh 8 menit baru sampai di mari. Kalau matahari secara misterius tiba-tiba hilang, maka kita di bumi baru sadar (dan paniknya) 8 menit kemudian.
Kembali ke Teleskop James Webb, ia mampu melihat jauh melampaui Milky Way dan menangkap ragam galaksi “senior nan veteran” yang bersinar di alam semesta lebih dari 13 miliar tahun yang lalu.
Sekilas, kita melihat secercah cahaya itu begitu kecil dan redup. Namun, sejatinya ia berisi (atau pernah diisi) jutaan bintang dan planet. Boleh jadi di salah satu planet tersebut masih ada (atau pernah ada) kehidupan, bahkan peradaban.
Mungkin suatu hari nanti, kita tidak hanya bisa mendeteksi mereka tetapi juga berkomunikasi.
Di titik itu, mungkin kita mendapati dunia mereka rupanya mundane juga seperti dunia kita.
Entah itu karena Emak Gamora yang sedang kepanasan mengantri minyak goreng. Atau dilema Dik Thanos yang sedang stres menyiapkan UAS tapi terus-terusan diajak kongkow ke Citayem oleh kawannya, Mas Ebony Maw.
Atau balada Kang Rhomann Dey, seorang polisi intergalaktik, yang sedang menginvestigasi kematian misterius Brigadir X di salah satu rumah mantan atasannya di planet Xandar.
Apa pun itu, imanku tak pernah ragu pada-Mu. Ketika Engkau bersabda:
اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ وَّمِنَ الْاَرْضِ مِثْلَهُنَّۗ
Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan (menciptakan pula) bumi seperti itu. (QS. At-Talaq [65]:12).
Aku mengimani itu, seperti apa yang disampaikan Imam Qurthubi, “Ada banyak bumi dan di setiap bumi itu ada makhluk Allah.”
To infinity and beyond.