Azan dan iqamat pada dasarnya adalah penanda masuknya waktu shalat wajib. Azan dikumandangkan sebagai pemberitahuan sudah masuk waktu shalat, sedangkan iqamat sebagai tanda akan dilaksanakannya shalat wajib berjamaah. Azan dan iqamat tidak dikumandangkan untuk shalat sunnah seperti shalat sunnah dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha).
Namun, pada waktu tertentu, azan boleh dikumandangkan di luar shalat wajib. Misalnya, saat kelahiran bayi.
Sahabat Abu Rafi ra. berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلاَةِ
Aku melihat Rasulullah ﷺ mengazani telinga Al-Hasan bin Ali ketika dilahirkan oleh Fatimah (HR. Tirmidzi no. 1514 & Abu Dawud no. 5105; Imam Tirmidzi menilai hadis ini hasan shahih).
Sementara itu, di beberapa tempat di Indonesia, kita biasa menemukan orang mengumandangkan azan untuk jenazah saat dikuburkan. Terdapat perbedaan pendapat ulama terkait hal ini.
Pendapat yang membolehkan
Sebagian ulama mazhab Syafii berpendapat bahwa mengazani jenazah di kuburan adalah bagian dari sunnah.
Mereka menganalogikan (mengqiyaskan) azan untuk jenazah dengan azan untuk bayi yang baru dilahirkan. Kelahiran merupakan awal keluarnya manusia ke alam dunia, sedangkan kematian merupakan awal keluarnya dari dunia.
Dalam Ensiklopedi Fikih Kuwait (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah) dijelaskan:
يُسَنُّ الْأَذَانُ فِي أُذُنِ الْمَوْلُودِ حِينَ يُولَدُ، وَفِي أُذُنِ الْمَهْمُومِ فَإِنَّهُ يُزِيْلُ الْهَمَّ، وَخَلْفَ الْمُسَافِرِ، وَوَقْتَ الْحَرِيقِ، وَعِنْدَ مُزْدَحِمِ الْجَيْشِ، وَعِنْدَ تَغَوُّلِ الْغِيْلاَنِ وَعِنْدَ الضَّلَالِ فِي السَّفَرِ، وَلِلْمَصْرُوْعِ، وَالْغَضْبَانِ، وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إِنْسَانٍ أَوْ بَهِيمَةٍ، وَعِنْدَ إِنْزَالِ الْمَيِّتِ الْقَبْرَ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ إِلَى الدُّنْيَا
Disunnahkan azan di telinga bayi ketika ia dilahirkan, di telinganya orang yang cemas (karena azan menghilangkan cemas), di belakang orang yang bepergian, waktu kebakaran, saat perang, saat kerasukan jin, saat tersesat dalam perjalanan, kepada orang yang epilepsi, orang yang marah, manusia atau hewan ternak yang buruk perangainya, dan saat menurunkan mayat ke dalam kuburan karena diqiyaskan atas awal keluarnya ke dunia.
Syekh Isma’il Usman Zain Al-Yamani (w. 1994 M), seorang ulama asal Yaman yang menetap dan mengajar di Makkah, mengungkapkan faedah azan ketika meletakkan jenazah ke dalam kubur:
اَلسُّؤَالُ: هَلْ يُسَنُّ الْأَذَانُ عِنْدَ وَضْعِ الْمَيِّتِ أَوْ لَا؟ بَيِّنُوْا لَنَا مِنْ كَلَامِ الْعُلَمَاءِ فَإِنَّهُ قَدْ عَمَّ فِيْ أَقْطَارِنَا جَاوَا وَمَدُوْرَه
فَالْجَوَابُ وَاللَّهُ الْمُوَفِّقِ لِلصَّوَابِ: أَنَّ ذَلِكَ لَا بَأْسَ بِهِ وَلَا يَخْلُوْ عَنْ فَائِدَةٍ عُمُوْمًا وَخُصُوْصًا. أَمَّا عُمُوْمًا فَلِعُمُوْمِ كَوْنِ ذَلِكَ ذِكْرًا، وَذِكْرُ اللَّهِ عِنْدَ إِنْزَالِ الْمَيِّتِ فِي الْقَبْرِ مَحْمُوْدٌ. وَأَمَّا خُصُوْصًا فَلِخُصُوْصِ أَنَّ الْأَذَانَ وَالْإِقَامَةَ يُطْرِدَانِ الشَّيْطَانَ
Pertanyaan: Apakah disunnahkan azan ketika meletakkan mayat atau tidak? Jelaskan kepada kami dari pendapat para ulama karena hal ini telah umum di daerah kami, Jawa dan Madura.
Jawaban: Allah Pemberi petunjuk pada kebenaran, bahwa hal itu tidak apa-apa dan terdapat faedah secara umum dan khusus. Faedah secara umum, yaitu karena azan adalah zikir. Zikir kepada Allah ketika menurunkan mayat ke dalam kubur adalah terpuji. Adapun faedah secara khusus, karena azan dan iqamah mampu mengusir setan.
Pendapat yang tidak membolehkan
Sebagian ulama lain menganggap mengazankan jenazah di kuburan bukan termasuk sunnah.
Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 1567 M), ulama dari mazhab Syafi’i, tidak menghukumi azan untuk jenazah sebagai sunnah. Beliau berkata:
قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ، وَالْمَهْمُومِ، وَالْمَصْرُوعِ، وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ أَوْ بَهِيمَةٍ، وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ، وَعِنْدَ الْحَرِيقِ، قِيْلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ لِلدُّنْيَا، لَكِنْ رَدَدْتُهُ فِي شَرْحِ الْعُبَابِ
Terkadang disunnahkan azan di luar shalat, seperti mengazani bayi yang dilahirkan, orang yang bersedih hati, orang yang menderita penyakit anjing gila, orang yang marah, manusia atau hewan ternak yang buruk perangainya, ketika tentara bertempur, dan ketika kebakaran. Dikatakan juga sunnah azan ketika menurunkan mayat ke kuburnya, karena diqiyaskan pada awal keluarnya ke dunia, tetapi aku menolaknya dalam kitab Syarh Al-‘Ubab.
Namun, menurut Ibnu Hajar Al-Haitami juga, jika mayat diturunkan ke kubur bertepatan saat azan berkumandang, maka akan diringankan pertanyaan kubur baginya.
Dewan Fatwa Mesir mengatakan bahwa azan ketika menguburkan mayat tidak disunnahkan. Dalam hal ini, Dewan Fatwa Mesir menganjurkan untuk melakukan hal-hal yang secara eksplisit pernah dilakukan atau dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ seperti berdoa, bertasbih, atau bertakbir.
Sayyidina Utsman bin Affan ra. berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ، فَقَالَ: اِسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ، وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ
Nabi ﷺ apabila telah selesai dari mengubur mayat, maka beliau berdiri dan bersabda. “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian, dan mintalah kekuatan untuknya! Karena sesungguhnya ia sekarang sedang ditanya” (HR. Abu Dawud no. 3221; hadis ini sahih menurut Imam Al-Hakim).
Imam Ibnu Qudamah (w. 1223 M), ulama mazhab Hanbali, juga berpendapat azan hanya dikumandangkan untuk shalat lima waktu, karena azan pada dasarnya merupakan pemberitahuan akan masuknya waktu shalat.
Adapun Rasulullah ﷺ pernah bertasbih dan bertakbir (yang mana takbir merupakan bagian dari lafaz azan) saat menguburkan sahabat Saad bin Muadz ra.
Lalu para sahabat bertanya, “Mengapa engkau bertasbih lalu bertakbir wahai Rasulullah?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Sungguh kuburan laki-laki shaleh ini sempit, sehingga Allah kemudian meluaskan untuknya.” (lihat HR. Ahmad no. 14344)
Syeikh Ali Al-Qari mengutip bahwa Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, tujuan Rasulullah ﷺ membaca tasbih dan takbir untuk Saad ra. adalah agar Allah berkenan melapangkan kuburnya (Mirqat Al-Mafatih Syarh Misykat Al-Mashabih, 1/477).
Sahabat KESAN yang budiman, pada mulanya azan memang hanya digunakan untuk mengumumkan datangnya waktu shalat wajib. Bahkan azan untuk shalat sunnah juga tidak disarankan. Jadi perdebatan hukum tentang azan di luar shalat adalah perkara furu’ atau cabang, termasuk mengazani jenazah.
Kebanyakan ulama klasik berpendapat bahwa mengazani jenazah saat dikuburkan bukan sunnah, sementara sebagian ulama kontemporer dari mazhab Syafii tidak mempermasalahkannya.
Wallahu A’lam bish Ash-Shawabi.
Referensi: Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Ibnu Hajar Al-Haitami; Tuhfah al-Muhtaj; Tim Ulama Penyusun, Isma’il Usman Zain Al-Yamani; Qurrah al-‘Ain bi Fatawa Isma’il Zain, Mirqat Al-Mafatih Syarh Misykat Al-Mashabih, 1/477.