
Jika pada akhirnya semua manusia mengalami luka, pengkhianatan, dan kematian, lalu apa arti menjadi orang baik?
Pertanyaan itu ditulis oleh Marcus Aurelius dalam catatan pribadinya, Meditations.
Ia pun mencoba menjawabnya dalam sunyi, tetapi tegas.
Arti menjadi orang baik itu bukan pada apa yang kita terima, kita dapatkan. Tetapi pada apa yang kita tolak untuk lakukan.
Menolak keculasan, menolak kezaliman meski itu menguntungkan.
Menolak membiarkan jiwa keruh oleh kebencian.
Dan sabar dalam ketaatan kepada Tuhan.
Ya, dunia boleh zalim, takdir boleh keras. Tetapi batin harus tetap tunduk pada kebenaran, pada kebaikan.
Dan ketika ajal itu tiba,
ia dihadapi dengan ketenangan,
dengan penerimaan,
dalam damai,
karena ia tahu
telah hidup setia pada nurani.
Itulah kemenangan
yang tidak bisa dirampas oleh waktu
dan tidak bisa dikalahkan oleh kematian.



