Konon ketika Kaisar Michael III sedang menginspeksi koleksi kudanya, seekor kudanya tiba-tiba mengamuk. Perawat kuda asal Macedonia bernama Basil dengan terampil menjinakkan kuda itu di hadapan sang kaisar Bizantium yang sedikit panik.
Sebagai pecinta kuda, Michael III mengapresiasi ketangkasan Basil. Terlebih lagi, Basil juga dikenal sebagai “orang kuat” yang disegani. Lambat laun, sang Kaisar memasukkan Basil ke dalam inner-circle-nya.
Berkawan dengan kaisar tentunya ada benefitnya. Karir Basil pun moncer hingga menjadi kepala istal (stable) kekaisaran beberapa tahun kemudian.
Ketika Bardas, paman Kaisar Michael III, ditengarai hendak mengkudeta, Basil berdiri di garda terdepan dalam menumpas Bardas.
Michael III akhirnya menghadiahi kawan lamanya, Basil, posisi pemimpin tertinggi kedua setelah dirinya. Meski ada beberapa penasehat Michael III yang sempat komplain dan meragukan kompetensi Basil, sang Kaisar tidak menggubrisnya.
“Yang penting si Basil loyal,” ujar Michael III kira-kira.
Jika dulu sibuk mengurusi kuda, Basil kini sibuk mengurusi negara—sebuah emporium yang kompleks bahkan.
Basil gercep menguasai simpul-simpul kekuasaan. Dia juga tak ragu bersekongkol dengan pihak eksternal guna menggalang kekuatan tambahan.
Rupanya kekuasaan itu memang bikin ketagihan, Basil pun ingin cepat “naik pangkat” lagi.
Michael III akhirnya tersadar melihat kawannya Basil sudah berlebihan. Dia pun berpikir untuk menyiapkan pengganti Basil.
Mendengar posisinya hendak dicopot, Basil mengambil langkah “patil preemptif”. Di tengah malam, Basil bersama delapan kroninya menyelinap ke kamar Michael III dan menusuk sang kaisar yang sedang tidur. Micahel III pun tewas “dipatil” oleh si Basil.
Keesokan harinya, Basil tegas memproklamirkan dirinya sebagai kaisar—tak sampai dua tahun sejak ia diberi kepercayaan penuh oleh “kawan dan kaisarnya” Michael III yang kini terbujur kaku.
Ada benarnya wejangan sekaligus doa dari Voltaire: “Tuhanku, aku sanggup menghadapi semua musuhku, tapi lindungilah aku dari ‘kawan-kawanku’”.