Tekan ESC untuk keluar

PEMERINTAH DAN RAKYAT: GAME ON

Jadi rakyat itu tidak mudah. Begitu pula jadi pemerintah. Ada tantangannya masing-masing.
Rakyat itu tantangannya taat. Dan itu tidak mudah. Ada selalu nafsu untuk mengkritik, mencaci, dan demonstrasi. Ini manusiawi.
Pemerintah itu tantangannya adil. Dan itu tidak mudah. Ada selalu nafsu untuk mendominasi dan menguntungkan “circle” sendiri. Ini pun manusiawi.
Nah, ketika keduanya berproses ke arah ketaatan dan keadilan, baik rakyat maupun pemerintah harus saling mendukung dan mendoakan, bukan menjerumuskan. Rasulullah ﷺ bersabda:
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ
Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka (HR. Muslim no. 1855).
Tak aneh bila Fudhail bin Iyadh pernah berkata, “Seandainya aku mempunyai doa yang mustajab, maka akan aku tujukan doa tersebut pada pemimpinku.”
Lalu ada yang nyeletuk bertanya, “Kenapa malah mendoakan pemimpin?”
Fudhail menjelaskan, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun, jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.”
Oleh karenanya, solusinya terkadang bukan asal copot atau turunkan. Boleh jadi solusinya adalah dukung dan doakan.
Tanyakan pada diri sendiri: sudahkah kita pernah sekali saja mendoakan kesuksesan pemimpin kita?
Atau, malah sebaliknya, kita justru mengharapkan pemerintah selalu salah hingga tumbang di tengah jalan. Padahal jika itu terjadi, rakyat jelata jugalah yang paling menanggung dampak terburuknya—bukan elite politik yang rata-rata sudah “gemuk”.
Maka, saat krisis seperti ini, bukanlah sebuah end game, tapi game on. Maksudnya, baik rakyat maupun pemerintah harus step up the game: baik dalam ikhtiar maupun doa.
And together, this too (insyaAllah) shall pass.
@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩