Jadi rakyat itu tidak mudah. Begitu pula jadi pemerintah. Ada tantangannya masing-masing.
Rakyat itu tantangannya taat. Dan itu tidak mudah. Ada selalu nafsu untuk mengkritik, mencaci, dan demonstrasi. Ini manusiawi.
Pemerintah itu tantangannya adil. Dan itu tidak mudah. Ada selalu nafsu untuk mendominasi dan menguntungkan “circle” sendiri. Ini pun manusiawi.
Nah, ketika keduanya berproses ke arah ketaatan dan keadilan, baik rakyat maupun pemerintah harus saling mendukung dan mendoakan, bukan menjerumuskan. Rasulullah ﷺ bersabda:
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ
Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka (HR. Muslim no. 1855).
Tak aneh bila Fudhail bin Iyadh pernah berkata, “Seandainya aku mempunyai doa yang mustajab, maka akan aku tujukan doa tersebut pada pemimpinku.”
Lalu ada yang nyeletuk bertanya, “Kenapa malah mendoakan pemimpin?”
Fudhail menjelaskan, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun, jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.”
Oleh karenanya, solusinya terkadang bukan asal copot atau turunkan. Boleh jadi solusinya adalah dukung dan doakan.
Tanyakan pada diri sendiri: sudahkah kita pernah sekali saja mendoakan kesuksesan pemimpin kita?
Atau, malah sebaliknya, kita justru mengharapkan pemerintah selalu salah hingga tumbang di tengah jalan. Padahal jika itu terjadi, rakyat jelata jugalah yang paling menanggung dampak terburuknya—bukan elite politik yang rata-rata sudah “gemuk”.
Maka, saat krisis seperti ini, bukanlah sebuah end game, tapi game on. Maksudnya, baik rakyat maupun pemerintah harus step up the game: baik dalam ikhtiar maupun doa.
And together, this too (insyaAllah) shall pass.