
Banyak orang mengagumi kepemimpinan Umar bin Khattab saat masa kejayaan.
Namun mereka lupa: sebelum kemenangan, ada masa kelaparan. Sebelum gemilang, ada tahun penderitaan.
Tahun itu dikenal sebagai Tahun Abu-Abu.
Langit kelabu. Tanah tandus.
Hujan tak turun. Angin membawa debu.
Tanaman mati, ternak binasa, dan rakyat mulai menggiling apa saja yang tersisa demi sesuap harapan.
Sebagai khalifah, Umar ra. bersumpah:
“Aku tidak akan makan daging atau mentega—hingga seluruh rakyat kenyang.”
Ia tak duduk di singgasana mewah.
Ia turun ke jalan. Ia mendengar jerit lapar.
Ia berjalan di keheningan malam mencari rakyat yang kelaparan—mencari ibu yang merebus batu guna menidurkan anaknya.
Ia memanggul gandum di punggungnya sendiri, dan mengantarkannya — kepada yang paling membutuhkan.
Ia hadirkan keadilan dalam sepiring makanan.
Karena bagi Umar, pemimpin belum layak kenyang—jika rakyatnya masih menahan lapar.
Kini hukum besi kepemimpinan itu belum berubah.
Kepemimpinan bukan hanya soal visi besar.
Tapi soal keberanian—untuk memastikan tidak ada satu pun anak bangsa yang tidur dalam keadaan lapar.