Walaupun ada perbedaan pendapat, banyak ulama mengatakan bahwa Lailatul Qadar hanya berlaku untuk umat Nabi Muhammad ﷺ. Hal ini berdasarkan sebuah hadis:
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أُرِيَ أَعْمَارَ النَّاسِ قَبْلَهُ أَوْ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ فَكَأَنَّهُ تَقَاصَرَ أَعْمَارَ أُمَّتِهِ أَنْ لاَ يَبْلُغُوا مِنَ الْعَمَلِ مِثْلَ الَّذِي بَلَغَ غَيْرُهُمْ فِي طُولِ الْعُمْرِ فَأَعْطَاهُ اللَّهُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sunggguh Rasulullah ﷺ diperlihatkan umur-umur manusia sebelumnya, yang relatif panjang, sesuai dengan kehendak Allah, sampai (akhirnya) usia-usia umatnya semakin pendek (sehingga) mereka tidak bisa beramal lebih lama sebagaimana umat-umat sebelum mereka beramal karena panjangnya usia mereka, maka Allah memberikan Rasulullah Lailatul Qadr yang lebih baik dari 1000 bulan” (HR. Malik no. 706).
Hadis ini menjelaskan bahwa ditetapkannya malam Qadar setara dengan seribu bulan agar umat Nabi Muhammad ﷺ mendapatkan kesempatan meraih pahala sebanyak mungkin.
Sebab, bila dibandingkan dengan usia umat-umat terdahulu, usia mereka lebih singkat.
Selain itu, dalam sebuah hadis riwayat Imam Baihaqi dan juga ditemukan dalam tafsir Imam Baghawi, diceritakan bahwa para sahabat Nabi Muhammad ﷺ mendengar ada seorang dari Bani Israil yang berjihad selama 1000 bulan.
Hal ini menyebabkan mereka kagum dan iri (karena ingin beramal seperti itu) dan bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ bagaimana caranya agar mereka dapat beribadah selama 1000 bulan. Maka turunlah surat Al-Qadr.