Tekan ESC untuk keluar

SANTRI MELEK TEKNOLOGI

Ada sebuah kaidah populer di kalangan pesantren yang berbunyi “Al-Muhafadhotu ‘ala qadimi al-Shalih wa al-Akhdzu bi al-Jadid al-Ashlah” (Menjaga tradisi-tradisi lama sembari menyesuaikan dengan tradisi-tradisi modern yang lebih baik). Dalam konteks kekinian, tafsirannya bisa menjadi seperti ini yakni menjaga tradisi pesantren sembari mempelajari hal-hal-hal baru yang bersifat kekinian. Kekinian tersebut bisa berupa teknologi.

Sebagaimana kita ketahui, teknologi industri berkembang dengan pesat. Perubahannya begitu cepat. Jika tidak beradaptasi maka siapapun akan tertinggal. Termasuk santri. Pesantren selayaknya mempersiapkan para santrinya menghadapi revolusi industri 4.0. Revolusi industri pertama (1.0) cirinya adalah mesin uap. Sedang revolusi industri 2.0 cirinya adalah kemunculan industri dan lini produksi. Kemudian revolusi industri 3.0 cirinya adalah penggunaan elektronik dan teknologi informasi guna otomatisasi produksi. Kemudian saat ini, revolusi 4.0, cirinya adalah konektivitas manusia, mesin, dan data. Semua terkoneksi dalam jaringan.

Revolusi sekarang ini semua sistemnya berbasis teknologi. Maka, pihak pesantren dituntut kreatif dan inovatif dalam mendidik para santrinya. Guru atau ustadz harus lebih dari sekedar mentransfer pengetahuan terhadap santrinya. Jika hanya transfer ilmu, ustaz bisa digantikan oleh teknologi. Ustadz zaman sekarang harus mampu menginspirasi, memberi sugesti dan motivasi para santrinya agar mampu bersaing di era revolusi industri.

Industri 4.0 ini ditandai dengan kemunculan komputer super, kecerdasan buatan atau Intelegensi Artifisial (IA). Disadari atau tidak, saat ini, sebagaimana dikatakan Andrey Andoko, wakil rektor Universitas Multimedia Nusantara (UMN), pekerjaan yang bersifat rutin dan harian sudah banyak diambil alih mesin. Ke depan pekerjaan yang masih belum bisa diambil alih oleh mesin dan robot adalah pekerjaan yang membutuhkan kemampuan dalam melakukan analisa, mengambil keputusan atau berkolaborasi (Kompas/2/5/18).

Berkaca pada pendapat Andrey di atas, seorang ustaz dapat memaksimalkan proses pembelajarannya terhadap hal-hal yang tidak bisa digantikan oleh mesin tersebut. Hal itu bisa dijabarkan ke dalam lima kompetensi yaitu kemampuan memecahkan masalah, mempunyai jiwa kepemimpinan, mampu beradaptasi, serta kreatif dan inovatif. Dengan mempunyai sudut pandang seperti itu, smartphone sebagai perangkat teknologi bukan lagi harus dijauhi, tapi justru digunakan untuk mendukung program pembelajaran tersebut di pesantren.   

Dengan smartphone, ustaz maupun kyai tidak lagi sekadar menjadi sumber ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai fasilitator. Artinya, ustaz dapat menggunakan smartphone sebagai asistennya untuk membantu para santri menyerap segala ilmu pengetahuan. Bagaimanapun smartphone sudah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Ia menjadi bagian dari manusia, termasuk para santri. Maka, sudah semestinya smartphone dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mendukung proses pembelajaran di pesantren.

Melalui internet, untuk mendapatkan pengetahuan bisa dengan cepat didapatkan, yang notabene-nya berbeda dengan zaman sebelum era internet. Maka, tugas ustaz adalah membimbing, mengontrol, dan mengarahkan para santri pada saat menggunakan smartphone-nya ketika melakukan proses pembelajaran. Smartphone bisa lebih cepat dari otak manusia.

Di sini saya sertakan beberapa contoh aplikasi yang dapat digunakan santri dalam mendukung proses belajarnya di pesantren. Pertama, Google Translate. Aplikasi ini adalah layanan yang disediakan oleh Google Inc. untuk menerjemahkan bagian teks atau halaman web dalam satu bahasa ke bahasa lain. Sebagai alat terjemahan otomatis, Google Translate memiliki keterbatasan yaitu bisa saja terjemahannya tidak akurat seratus persen. Tapi setidaknya aplikasi ini akan membantu para santri untuk menerjemahkan bahasa yang diinginkannya pada tahap awal. Oleh karena itu, para santri butuh didampingi oleh ustadnya.

Kedua, Isantri. Aplikasi ini dikeluarkan oleh Kemenag dalam menyediakan sarana informasi berupa perpustakaan digital, baik buku maupun kitab. Jumlahnya sudah mencapai ribuan judul. Hal yang mirip juga dengan situs yang bernama Waqfeya. Situs berbahasa arab ini memiliki koleksi ribuan kitab berbahasa Arab, baik klasik maupun kontemporer. Kedua perpustakaan digital ini dapat membantu para santri dalam mengakses kitab yang diperlukan di pesantrennya.

Ketiga, Quran Kemenag. Ini adalah aplikasi hafalan Al-Quran yang dibuat oleh Kementerian Agama. Selain itu, aplikasi iQuran Lite juga dapat membantu dalam menghafal Al-Quran. Dengan menggunakan aplikasi ini, para santri akan ditawarkan dengan fitur-fitur yang dapat membantu dalam menghafal Al-Quran.

Keempat, Youtube. Tentu sudah tidak asing lagi dengan aplikasi ini. Aplikasi ini bisa digunakan untuk misalnya pada saat belajar khitobah (Pidato) dengan melihat orang berpidato dengan menggunakan bahasa Arab maupun bahasa Inggris, sehingga bisa diikuti gayanya.

Selain keempat aplikasi di atas, para santri bisa mencari aplikasi maupun informasi di Google maupun Playstore sesuai dengan kebutuhannya. Mengingat teknologi terus berkembang, dengan meleknya para santri terhadap teknologi, semoga bisa menjawab tantangan zamannya dimana para santri sudah siap dengan perubahan yang sedang menantinya.  

Santri yang notabene-nya mengenyam pendidikan agama di pesantren, tentu telah membekali dirinya dengan mental yang baik, berupa wawasan keagamaan yang baik, berakhlak mulia, dan dibekali pula kemandirian yang mumpuni. Maka hal itu sudah menjadi kelebihan tersendiri. Jadi sangat baik apabila santri bisa menggabungkan kekayaan iman dan takwa (Imtak) dan ilmu pengetahuan dan intelektual (Iptek).

Kini, tidak selayaknya santri buta teknologi. Zaman informasi terbuka ini santri turut berpartisipasi untuk menjadikan dunia lebih baik. Jika tidak berperan, di luar sana, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab seperti menyebarkan hoax berbau agama akan mengambil alih. Tugas santrilah yang menangkal semua itu.

Seorang santri dengan mental yang baik, punya tradisi membaca kitab kuning yang baik, berpegang teguh pada Al Quran dan hadis, serta hati yang baik, kemudian mempunyai kecakapan teknologi mutakhir, maka dia akan menjadi santri par-excellence.

Imam Syafi’i pernah berkata:

“Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah berilmu.Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu.Barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan ilmu.”

@hamdan.hamedan on Instagram
striker timnas semakin nyetel, sementara wasit semakin…

Jadi teringat sebuah ayat, “Dan kami jadikan sebagian dari kamu cobaan bagi sebagian yang lain.” (QS. Al-Furqan: 20)

Life isn’t always fair, but the show must go on. We will pay in full by defeating them next time, fair and square, without the interference of the referee. Bismillah 💪🏻💪🏻
CERITA LAMA

Genosida di Gaza bukanlah cerita baru,
Tapi cerita puluhan tahun luka membiru,
Di balik reruntuhan ada tangis bisu,
Dicampakkan dunia, sendiri menghadapi pilu.

Langitnya gelap, buminya luluh lantak,
Ribuan nyawa lenyap, tanpa jejak,
Di mana Barat yang lantang mendukung HAM dan Ukraina?
Kalau soal Palestina, ah itu beda cerita. 

Para pemimpin Arab menyimpan mimpi,
Menjadi Salahuddin baru nan gagah berani,
Namun ketika datang waktunya beraksi,
Hilang nyali, takut pada bayang sendiri.

Syuhada yang pergi takkan kembali,
Gaza tetap berdiri, walau hampir mati,
Dalam dentuman dan reruntuhan, ada doa sang yatim sunyi,
Menanti akhir dari luka yang tak terperi.
PENJAGA INDONESIA 

Mereka menjawab panggilan saat yang lain enggan,
Melangkah tanpa ragu, songsong bahaya di depan
Mereka bertempur dalam gelap pekat 
Agar kita dapat melihat terang, menikmati hidup yang hangat.

Mereka tinggalkan nyaman, rumah, dan pasangan tercinta 
Demi sumpah setia pada bangsa 
Di setiap langkah mereka, kita temukan arti pengorbanan,
Demi negeri ini tetap aman.

Mereka tak minta pujian atau tepuk tangan meriah,
Sekalipun mereka adalah pahlawan, dalam diam yang gagah.
Demi kita, mereka korbankan segalanya,
Di laut, di darat, dan di udara.

Tanah air ini tegak karena ada mereka di barisan terdepan,
Dalam keberanian mereka, kita temukan alasan untuk bertahan—alasan untuk melanjutkan.
Selamat ulang tahun, TNI tercinta,
Kebanggaan bangsa, penjaga Indonesia. 🇮🇩
Semoga analogi sederhana ini dapat diterima. 

Bahwa mobil timnas sedang melaju kencang, biarkan ia sampai pada top speed-nya di gigi 5. 

Jangan sampai baru di gigi 3, langsung ditarik rem tangan mendadak. Sehingga terpental atau bahkan gagal sampai di finish line di posisi terhormat. 

Setelah berakhir di finish line, barulah kita apresiasi dan evaluasi bersama untuk perbaikan. 

Semoga dengan demikian, tercapai semua apa yang kita cita-citakan: Garura terbang menuju Piala Dunia. Aamiin YRA 🤲.