Tekan ESC untuk keluar

Semarak HUT RI di Ethiopia: Upacara yang Mempererat Persatuan Diaspora

Jakarta — Warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Ethiopia merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-79 dengan penuh semangat dan kebersamaan. Upacara yang digelar di halaman Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Addis Ababa pada Sabtu, 17 Agustus 2024, menjadi momen penting yang mempererat persatuan di antara diaspora Indonesia di negara tersebut.

Dipimpin oleh Duta Besar RI untuk Ethiopia, Djibouti, dan Uni Afrika, Al Busyra Basnur, upacara ini dihadiri oleh staf KBRI, masyarakat Indonesia, serta sahabat-sahabat Indonesia di Ethiopia. Bagi mereka yang merayakan, acara ini bukan hanya sekadar seremoni, melainkan juga kesempatan untuk memperkuat rasa kebersamaan di tengah jarak yang memisahkan mereka dari tanah air.

Salah satu WNI yang berpartisipasi dalam upacara, Selvi Dini, mengungkapkan perasaannya yang hangat saat berkumpul dengan sesama warga Indonesia di Ethiopia.

“Saya merasa sangat bahagia bisa merayakan HUT RI di Addis Ababa. Ini adalah momen yang penuh kehangatan dan persatuan,” ungkapnya.

Ia juga menyebut bahwa perayaan HUT RI di Addis Ababa selalu memberikan makna tersendiri, terutama dalam memperkuat rasa persatuan di antara masyarakat Indonesia yang tinggal di sana.

Senada dengan Selvi, Taryat Suratman, yang telah tinggal di Ethiopia selama 17 tahun, juga menyatakan bahwa perayaan HUT RI di Addis Ababa bukan hanya untuk mengenang jasa para pahlawan bangsa, tetapi juga sebagai upaya mempererat persatuan dan kesatuan warga Indonesia di luar negeri. Menurutnya, momen ini selalu menjadi pengingat akan pentingnya mempertahankan persatuan di tengah perbedaan.

Julia Sembiring, seorang diaspora lainnya, merasa sangat bahagia karena perayaan HUT RI memungkinkan dirinya untuk berkumpul dengan sesama WNI di Ethiopia. Bagi Julia, acara seperti ini memiliki kesan mendalam yang membangkitkan kenangan akan masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Meskipun jauh dari tanah air, Julia merasakan kebahagiaan yang tak tergantikan saat bisa berkumpul dengan sesama warga Indonesia di Addis Ababa.

“Sejauh apapun kita melangkah, kerinduan pada tanah kelahiran selalu ada,” ujar Julia.

Isworo Larasati, yang juga hadir dalam upacara tersebut, mengungkapkan rasa syukurnya karena dapat berpartisipasi dalam perayaan HUT RI ke-79 di Ethiopia. Selain bisa bertemu dengan teman-teman, ia merasa bahwa upacara ini adalah momen penting untuk mengenang jasa para pahlawan dan pendiri bangsa Indonesia.

Rudi Darmawan, seorang regional manager yang telah bekerja selama enam tahun di Ethiopia, merasa sangat terharu bisa mengikuti upacara HUT RI di KBRI Addis Ababa. Baginya, perayaan ini menjadi bukti bahwa semangat nasionalisme tetap kuat di hati para diaspora, meskipun mereka berada jauh dari tanah air. Rudi juga menambahkan bahwa ia bersyukur melihat Indonesia semakin maju, mengarah pada visi Indonesia Emas 2045.

Tak ketinggalan, Suster Dorothea Poli juga turut merasakan keharuan saat mengikuti upacara bendera di Addis Ababa. Menurutnya, upacara ini bukan hanya sekadar seremoni, tetapi juga pengingat akan perjuangan para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Suster Dorothea berharap Indonesia tetap bersatu di tengah keragaman dan terus maju sebagai bangsa yang kuat dan bersatu.

Hingga saat ini, tercatat sekitar 110 WNI tinggal di Ethiopia. Mereka bekerja di berbagai sektor, mulai dari pimpinan perusahaan, profesional, hingga staf di berbagai lembaga regional dan internasional. Momen perayaan HUT RI ini tidak hanya menjadi ajang memperingati kemerdekaan, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan dan persatuan di antara mereka yang berada jauh dari tanah air.

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩