Tekan ESC untuk keluar

Ulasan Buku Extreme Ownership: Kepemimpinan Ala Navy SEALs

Extreme Ownership adalah buku tentang kepemimpinan yang ditulis oleh Jocko Willink, mantan komandan pasukan khusus angkatan laut Amerika Serikat (Navy SEAL), dan kepala peletonnya, Leif Babin. Kedua perwira tersebut pernah ditugaskan memimpin Task Unit Bruiser untuk mengamankan Baghdad dan Ramadi pada saat pasukan insurgensi dan Al-Qaida di Irak sedang merajalela. Di bawah kepemimpinan mereka, Task Unit Bruiser berhasil memperbaiki situasi keamanan di kedua kota tersebut. Bahkan Task Unit Bruiser berhasil berhasil menjadi tim Navy Seal yang paling banyak meraih penghargaan. 

Buku ini bukanlah buku sejarah militer atau buku yang menguraikan benar atau salah, baik atau buruk, terkait invasi Amerika Serikat ke Irak. Tesis buku ini mengutarakan bahwa strategi kepemimpinan ala Navy Seal yang para prajurit Navy Seal praktikkan bersifat transferable dan dapat diaplikasikan di berbagai sektor lain, termasuk bisnis. Dari berbagai pelajaran penting tentang kepemimpinan yang terkandung di dalam buku ini, ada tiga pelajaran yang menurut saya terpenting—setidaknya paling mengena bagi saya. 

  1. Implementasi Extreme Ownership

Pemimpin hendaknya mengimplementasikan extreme ownership. Artinya, pemimpin bertanggung jawab total terhadap apa pun proyek atau misi yang diembannya. Jangan sampai ketika suatu proyek sukses pemimpin mengklaim bahwa itu berkat kerja kerasnya, tetapi ketika suatu proyek gagal ia dengan cepat menyalahkan anak buah. Pemimpin harus pertama kali mengakui kesalahan atau bertanggung jawab atas kekurangan atau kegagalan suatu proyek. Saya jadi teringat betapa cukup seringnya pejabat pemerintah dan CEO di Jepang mengambil tanggung jawab dari kesalahan anak buah mereka kemudian mengundurkan diri karena masih terpatrinya nilai bushido dan kuatnya rasa malu mereka.

Pemimpin tidak boleh lari dari tanggung jawab. Jika pemimpin lari dari tanggung jawab dan menyalahkan anak buah, contoh inilah yang akan menular ke anak buah. Setiap anak buah kemudian hanya akan menyalahkan satu sama lain ketika ada masalah, sehingga tim menjadi tidak efektif bahkan menciptakan iklim kerja yang tidak sehat.

  1. Menjaga Standar Kualitas

Selain selalu menunjukkan contoh yang teladan dalam pekerjaan (e.g., rajin, selalu paling siap, dan mempunyai disiplin yang tinggi), pemimpin harus memastikan standar kualitas (selalu) terpenuhi. Ini adalah poin penting kedua.

“Kepemimpinan bukanlah hal-hal yang kamu kutbahkan, melainkan hal-hal yang kamu toleransikan,” ujar kedua penulis. Maksudnya, ketika seorang pemimpin membiarkan saja anak buahnya tidak memenuhi standar kerja, maka subpar performance yang ditoleransikan tersebut lambat laun akan menjadi standar baru. Dari hal yang cukup sederhana, misalnya, di sebuah perusahaan ada peraturan yang mewajibkan pegawai harus tiba di tempat kerja jam 7 pagi. Namun karena para pemimpin perusahaan tidak pernah mempermasalahkan atau menegur pegawai yang tiba jam 7:30, maka jam 7:30 adalah standar baru yang diterima. Bayangkan jika seluruh pegawai di perusahaan besar seperti Indofood, misalnya, melakukan hal ini maka betapa besar kerugian yang ditimbulkan per hari, per minggu, dan per tahunnya. 

  1. Komunikasi Efektif

Pemimpin harus dapat mengomunikasikan dan menjelaskan proyek atau misi kepada anak buah dengan baik dan rasional. Pemimpin harus dapat menjelaskan dengan baik ‘why’ proyek ini harus dilakukan dan ‘why’ strategi ini harus diambil, dan dengan rendah hati mau mengambil masukan dari anak buah. Dengan komunikasi yang baik, maka setiap anggota tim akan on the same page, tahu apa yang harus dilakukannya, dan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Selanjutnya, pemimpin harus jadi orang pertama yang yakin dengan potensi keberhasilan suatu proyek. Kalau dia sendiri tidak yakin dengan keberhasilan suatu proyek, maka bagaimana bisa dia meyakinkan anak buahnya? 

Selain harus dapat berkomunikasi dengan baik terhadap anak buah, pemimpin juga harus proaktif menjelaskan tentang proyek yang sedang dikerjakan kepada bosnya secara detail. Kadang bos/pemimpin tertinggi akan bertanya kepada kita berkali-kali mengenai status proyek kita. Jika hal ini terjadi maka kemungkinan besar itu karena kita sendiri tidak mengambil inisiatif dan ownership untuk menyampaikan secara detail proyek kita kepada sang bos. Oleh sebab itu, penulis berpesan bahwa, “Jangan kita bertanya kepada bos kita apa yang harus kita perbuat,” tetapi terapkanlah extreme ownership dan “jelaskan apa yang hendak kita perbuat.”

***

Insightful Quotes:

  • “Extreme Ownership. Leaders must own everything in their world. There is no one else to blame.” 
  • “The most fundamental and important truths at the heart of Extreme Ownership: there are no bad teams, only bad leaders.”
  • “For leaders, the humility to admit and own mistakes and develop a plan to overcome them is essential to success. The best leaders are not driven by ego or personal agendas. They are simply focused on the mission and how best to accomplish it.”
  • “Our freedom to operate and maneuver had increased substantially through disciplined procedures. Discipline equals freedom.”
  • “Leadership is simple, but not easy.”

 

***

Komentar Akhir:

Extreme Ownership adalah buku yang ringan dibaca, penuh kutipan inspiratif tentang kepemimpinan, serta menyajikan beberapa informasi menarik seputar etos, latihan, dan taktik prajurit elit. Namun, bagi yang ingin membaca hal-hal detail dan teknis terkait kepemimpinan mungkin akan kecewa karena buku ini hanya fokus kepada prinsip umum dan hanya sedikit sekali menyentuh hal-hal teknis.

Rating: 4.5 dari 5 bintang

@hamdan.hamedan on Instagram
SUN TZU (DAN PRESIDEN)

Ahli strategi Sun Tzu pernah diminta oleh Raja Helu untuk mendidik kedisiplinan dan keteraturan di lingkungan istana. Sang ahli strategi pun menyanggupi.

Sun Tzu lalu memberi instruksi yang jelas: ketika drum dipukul, seluruh pegawai harus bergerak menuju arah yang ditentukan—kiri, kanan, maju, atau mundur.

Rupanya ada beberapa pegawai yang mengabaikan. Sun Tzu pun mengingatkan lagi dengan jelas agar mereka mengikuti arahan, tapi lagi-lagi sebagian pegawai lancang mengabaikan.

Sun Tzu lalu berkata, “Jika instruksi dari atasan tidak jelas, maka kesalahan ada pada atasan. Tapi jika instruksi dari atasan sudah jelas dan tetap tak diikuti, maka kesalahan ada pada bawahan.”

Dengan itu, Sun Tzu langsung memerintahkan pegawai yang mengabaikan instruksinya untuk dihukum.

Menariknya, ketika Sun Tzu memukul drum kembali, seluruh pegawai kini langsung mengikutinya dengan baik.

Dengan ketegasan itu, Sun Tzu mengajarkan bahwa kepatuhan terhadap perintah yang jelas dan baik (righteous) bukanlah pilihan, tetapi kewajiban.

Hari ini, Bapak Presiden @prabowo mengikuti prinsip serupa. Beliau telah menggariskan arah yang jelas dan baik: tak ada toleransi untuk penyelundupan, narkoba, korupsi, dan judi.

Ini bukan sekadar arahan; ini adalah panggilan untuk bergerak bersama guna melindungi bangsa kita dari kanker yang menggerogoti.

Arahan ini tak perlu ditafsirkan lagi, hanya perlu diimplementasi—untuk Indonesia yang maju dan lestari.
RUGI J*D*

Kumparan memberitakan: akibat kalah j*d* online, seorang pria begal taksi online demi tebus motor selingkuhan. 

Iya, Anda tak salah baca. Sudah seabsurd itu dampak j*d* ini. 

Rugi adalah konsekuensi logis dari j*d*. Pasalnya, sistemnya telah diakali agar pemain kalah — lebih dari 80% probabilitas setiap kali main.

Dan mending hanya kalah finansial, seringkali j*d* berdampak pada keretakan keluarga. Ini rugi dunia- akhirat, namanya. 

Oleh karenanya, ada pepatah mengatakan, “Orang yang betul-betul menang dalam j*d* adalah yang TIDAK PERNAH MULAI berj*d*.
ILMU PARFUM

Pepatah mengatakan, “Parfum yang harum bersumber dari bunga yang beragam dan proses yang saksama.”

Ya, parfum yang sempurna tak bisa muncul tiba-tiba. 

Setiap esensi—baik bunga, rempah, maupun kayu—dipilih dengan teliti dari berbagai tempat, melewati proses pencampuran yang cermat guna menciptakan harmoni aroma yang khas.

Parfum yang berkualitas tak bisa diburu-buru. Komposisinya perlu waktu untuk saling menyatu.

Aroma juga butuh waktu untuk meresap dan menetap di kulit. 

Saat parfum itu akhirnya dikenakan, keharumannya tak hanya semerbak tercium, tapi juga meninggalkan kesan yang mendalam—buah dari proses “unity in diversity” yang tak terburu-buru.

Ilmu pafum jelas berbeda dengan ilmu cabai: begitu digigit, langsung pedas.

Postingan ini bukan tentang parfum.
PANGAN

“Mesir Kuno makmur dan mampu membangun piramida karena ditopang surplus makanannya,” kata Prof. Thomas Logan, pakar sejarah Mesir. 

Berkat Sungai Nil, tanah Mesir menghasilkan gandum melimpah, yang tidak hanya menghidupi rakyatnya tapi juga berperan sebagai fondasi peradaban. 

Swasembada pangan menciptakan stabilitas dalam negeri dan memberi ruang bagi seni dan sains berkembang. Mesir Kuno pun berdiri kokoh di panggung sejarah.

Sebaliknya, Irlandia di abad ke-19 mencatat pelajaran pahit tentang rapuhnya ketahanan pangan. Ketika gagal panen kentang melanda, bencana kemanusiaan pun tercipta. 

Seperempat penduduknya tewas atau bermigrasi. Dari Irlandia kita belajar: tanpa ketahanan pangan, jangankan mencapai kesejahteraan, kelangsungan negeri pun tak pasti.

Jepang belajar dari sejarah ini. Di abad ke-20, Jepang menetapkan ketahanan pangan sebagai prioritas, memastikan rakyatnya punya cukup makan di masa damai maupun perang. 

Bagi Jepang, negara yang rakyatnya kenyang dan punya gizi yang seimbang adalah negara yang kuat—siap menghadapi segala turbulensi dari dalam maupun luar negeri. 

Di dunia yang kini rentan terguncang oleh krisis pasokan, banyak negara pun sering dibuat kelimpungan mengamankan kebutuhan pangannya.

Di saat krisis besar, akan terjadi prinsip nafsi-nafsi. Setiap negara akan memprioritaskan memberi makan warganya sendiri ketimbang membantu negara lain—ini realita yang harus dipahami. 

Di sini, kita kembali diingatkan bahwa ketahanan pangan adalah tameng sunyi yang menjaga kedaulatan, keberlangsungan, dan harga diri bangsa.

Sejarah mengajarkan bahwa kekuatan sejati suatu bangsa dimulai dari benih pangan yang ditanam di tanah sendiri—bukan di tanah bangsa lain. 

Benih kecil itu tak hanya menjamin kehidupan generasi saat ini, tapi juga menjanjikan kesejahteraan dan keberlanjutan bagi generasi mendatang.

Bismillah, Indonesia segera swasembada pangan 🇮🇩
Pemain yang hebat di dalam dan di luar lapangan. Benteng kokoh di klub dan di timnas. 

@rizkyridhoramadhani