Tekan ESC untuk keluar

WONA SUMANTRI: SOSOK DI BALIK SUKSESNYA PENCAK SILAT DI AMERIKA SERIKAT

Pencak silat, seni bela diri tradisional Indonesia, kini semakin dikenal di Amerika Serikat berkat upaya gigih Wona Sumantri. Sebagai instruktur dan promotor utama, Wona telah mendedikasikan hidupnya untuk mengajarkan dan menyebarkan pencak silat kepada masyarakat Amerika. Berkat dedikasinya, seni bela diri ini tidak hanya diakui sebagai olahraga tetapi juga sebagai sarana untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia internasional.

Dari Indonesia ke Amerika

Wona Sumantri, yang dilahirkan dalam keluarga dengan tradisi pencak silat yang kuat, mulai belajar seni bela diri ini sejak kecil di Indonesia. Pada usia lima tahun, ia pindah ke Amerika Serikat bersama keluarganya. Meskipun tinggal jauh dari tanah air, kecintaannya terhadap pencak silat tidak pernah pudar. Ia terus berlatih dan mendalami seni bela diri ini hingga akhirnya memutuskan untuk berbagi pengetahuannya dengan masyarakat Amerika​​.

Mendirikan Studio Pencak Silat

Pada tahun 2011, Wona mendirikan Silat Martial Arts Academy di Maryland, yang kini juga memiliki cabang di Virginia. Studio ini menawarkan berbagai program pencak silat untuk semua usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Saat ini, akademi tersebut memiliki sekitar 80 murid yang rutin berlatih setiap minggunya. Selain Wona, akademi ini juga didukung oleh lima pelatih lainnya, termasuk adiknya, Rendy, serta beberapa pelatih lokal yang telah terlatih​​.

Menggelar Turnamen Internasional

Sebagai Ketua USA Pencak Silat Federation, Wona berperan penting dalam penyelenggaraan turnamen pencak silat internasional pertama di Amerika Serikat pada tahun 2019. Turnamen ini diadakan di Sterling, Virginia, dan diikuti oleh berbagai perguruan dari beberapa negara bagian di AS, serta tim nasional pencak silat dari Singapura dan Jepang. Acara ini berhasil menarik perhatian besar dan menjadi langkah awal yang signifikan dalam memperkenalkan pencak silat kepada masyarakat internasional​.

Promosi Budaya Melalui Pencak Silat

Selain mengajar, Wona juga aktif melakukan demonstrasi pencak silat di berbagai acara budaya di Amerika. Ia sering tampil bersama murid-muridnya di festival-festival yang mempromosikan kebudayaan Indonesia. Upayanya ini tidak hanya meningkatkan kesadaran akan pencak silat tetapi juga memperkuat ikatan budaya antara Indonesia dan Amerika Serikat.

“Melalui pencak silat, saya ingin menunjukkan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia. Saya merasa bangga bisa menjadi bagian dari upaya memperkenalkan seni bela diri ini ke masyarakat internasional,” kata Wona dalam sebuah wawancara​.

Dukungan dari Komunitas

Kesuksesan Wona dalam mempromosikan pencak silat tidak lepas dari dukungan komunitas. Banyak muridnya yang merasa terinspirasi dan ikut serta dalam mengajar serta mempromosikan pencak silat. Mereka bahkan sering melakukan perjalanan ke Indonesia untuk belajar langsung dari para master silat di sana. Hal ini menunjukkan adanya ketertarikan dan apresiasi yang tinggi terhadap pencak silat sebagai warisan budaya Indonesia.

“Para murid saya sangat antusias. Mereka tidak hanya belajar teknik bela diri tetapi juga mendalami nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Ini membuat saya semakin bersemangat untuk terus mengajar dan mempromosikan pencak silat,” ujar Wona​.

Masa Depan Pencak Silat di Amerika

Melihat perkembangan yang pesat, Wona optimis bahwa pencak silat akan terus berkembang dan semakin dikenal di Amerika Serikat. Ia berharap dapat mengadakan lebih banyak turnamen dan acara budaya untuk mempromosikan pencak silat. Dengan dedikasi dan semangat yang tinggi, Wona yakin bahwa pencak silat akan menjadi salah satu seni bela diri yang dihargai dan diakui di seluruh dunia.

“Budaya Indonesia sangat kaya, dan pencak silat adalah salah satu bagian dari kekayaan itu. Saya optimis bahwa dengan usaha dan kerja keras, pencak silat akan semakin dikenal dan dihargai di seluruh dunia,” tutup Wona dengan penuh keyakinan​​.

Melalui upaya gigih dan dedikasi yang tinggi, Wona Sumantri telah berhasil mengangkat nama pencak silat di kancah internasional. Usahanya tidak hanya memperkenalkan seni bela diri ini tetapi juga mempererat hubungan budaya antara Indonesia dan Amerika Serikat.

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩