“Ibuku bekerja membersihkan rumah (orang lain) dan ayahku adalah pedagang kaki lima. Kami berasal dari keluarga sederhana yang berupaya bertahan hidup. Hari ini aku berjuang untuk mereka. Mereka telah berkorban untukku,” ujar @achrafhakimi.
Pengorbanan orang tua Hakimi tak sia-sia. Selain menjadi anak yang berbakti, Hakimi menjadi pesepakbola kelas dunia yang membanggakan bagi klub dan tanah air ibu bapaknya—Maroko.
Ya, Hakimi lahir di Spanyol, bukan di Maroko. Ia juga bukan jebolan SSB di Maroko, melainkan di Madrid. Seluruh kariernya pun di Eropa.
Maroko mempunyai program pemanfaatan potensi diaspora yang agresif di bidang sepakbola. Bagi diasporanya yang tertarik, Maroko siap merangkul—asalkan nasabnya jelas dan punya kualitas. Hakimi pun sudah membela Maroko sejak U-20.
Orientasinya bukan pada siapa si paling Maroko, tapi siapa yang berdarah Maroko dan bisa beri kontribusi nyata terhadap prestasi timnas. Kekompakan tim pun ternyata bisa dijaga.
Di Piala Dunia kali ini, Maroko panggil sejumlah pemain keturunannya. Hasilnya tidak jelek-jelak amat: Maroko ukir sejarah kali pertama tembus ke Perempat Final Piala Dunia.
Uniknya, Hakimi-lah penendang penalti yang memastikan kemenangan Maroko atas Spanyol, negara kelahirannya.
Selamat Maroko, and Hakimi please go back to @inter , we sorely miss you, akhi.