Tekan ESC untuk keluar

Dying to Kill

Salah satu pertanyaan yang “menggelitik” para pakar terorisme adalah mengapa seseorang rela membunuh dirinya sendiri untuk membunuh orang lain yang dianggap musuhnya.

Bukankah setiap orang ada naluri self-preservation? Kalau dia benci pada orang lain, mengapa justru dia yang harus ikut mati?

Mia Bloom, dalam bukunya Dying to Kill, coba untuk menjawab. Baik Mia maupun mantan dosen saya, Jeffrey Bale, yang telah mendalami ragam motivasi pelaku teror lintas ideologi, sampai pada konklusi yang mirip-mirip.

Apa konklusinya?

Para pelaku bom bunuh diri berniat ingin menghukum “musuhnya”yang dicap sebagai manifestasi setan atau kejahatan di bumi ini.

Mereka pun merasa dirinya sebagai instrumen Tuhan (atau kebaikan) di muka bumi. Walhasil, mereka merasa si paling punya hak menghukum dan mengirim musuhnya ke neraka–baik itu neraka dunia (baca: luka parah hingga cacat seumur hidup sebagai hukuman di dunia) maupun neraka di akhirat nanti.

Menariknya, Syeikh Muhammad Matwali Sya’rawi pernah berbincang dengan seorang teroris dan bertanya, “Kemanakah (perginya) orang yang kau bunuh (dengan bom) itu setelah kematiannya?’

“Mereka tentu masuk neraka!” jawab teroris itu bangga.

Syeikh Sya’rawi kemudian berkata, “Lho aneh sekali! Masa kerjaanmu sama seperti setan, yaitu suka memasukkan orang ke dalam neraka.”

Betul juga kata filsuf, “Aku telah menyelami kedalaman lautan dan kutemukan kegelapan di sana, tapi tidak lebih gelap dari kegelapan hati manusia yang dirasuk kebencian.”

@hamdan.hamedan on Instagram
ARAN DAN SUARANYA

Di tanah jauh, Aran memimpin negara,
Ikhtiar ubah nasib rakyat dengan kerja dan karya,
Namun suara hanya mencari cela,
Menutup mata pada prestasi yang nyata.

Ia bangun negara, mereka sebut tipu daya,
Ia bantu rakyat tak berdaya, mereka bilang hanya sandiwara,
Tangan berupaya layani rakyat tanpa jeda,
Meski suara sibuk kerdilkan fakta.

Aran, tak goyah walau dihujat,
Tahu bahwa kebaikan tak bisa dilumat,
Sejarah dipatri dari karya dan niat,
Bukan dari suara yang dipenuhi syarat.

Waktu berlalu, celaan terkubur di tanah,
Kerja Aran tak luntur oleh fitnah,
Suara sumbang pun hilang, dilupakan dalam sunyi,
Sementara Aran dikenang hingga nanti.
striker timnas semakin nyetel, sementara wasit semakin…

Jadi teringat sebuah ayat, “Dan kami jadikan sebagian dari kamu cobaan bagi sebagian yang lain.” (QS. Al-Furqan: 20)

Life isn’t always fair, but the show must go on. We will pay in full by defeating them next time, fair and square, without the interference of the referee. Bismillah 💪🏻💪🏻
CERITA LAMA

Genosida di Gaza bukanlah cerita baru,
Tapi cerita puluhan tahun luka membiru,
Di balik reruntuhan ada tangis bisu,
Dicampakkan dunia, sendiri menghadapi pilu.

Langitnya gelap, buminya luluh lantak,
Ribuan nyawa lenyap, tanpa jejak,
Di mana Barat yang lantang mendukung HAM dan Ukraina?
Kalau soal Palestina, ah itu beda cerita. 

Para pemimpin Arab menyimpan mimpi,
Menjadi Salahuddin baru nan gagah berani,
Namun ketika datang waktunya beraksi,
Hilang nyali, takut pada bayang sendiri.

Syuhada yang pergi takkan kembali,
Gaza tetap berdiri, walau hampir mati,
Dalam dentuman dan reruntuhan, ada doa sang yatim sunyi,
Menanti akhir dari luka yang tak terperi.
PENJAGA INDONESIA 

Mereka menjawab panggilan saat yang lain enggan,
Melangkah tanpa ragu, songsong bahaya di depan
Mereka bertempur dalam gelap pekat 
Agar kita dapat melihat terang, menikmati hidup yang hangat.

Mereka tinggalkan nyaman, rumah, dan pasangan tercinta 
Demi sumpah setia pada bangsa 
Di setiap langkah mereka, kita temukan arti pengorbanan,
Demi negeri ini tetap aman.

Mereka tak minta pujian atau tepuk tangan meriah,
Sekalipun mereka adalah pahlawan, dalam diam yang gagah.
Demi kita, mereka korbankan segalanya,
Di laut, di darat, dan di udara.

Tanah air ini tegak karena ada mereka di barisan terdepan,
Dalam keberanian mereka, kita temukan alasan untuk bertahan—alasan untuk melanjutkan.
Selamat ulang tahun, TNI tercinta,
Kebanggaan bangsa, penjaga Indonesia. 🇮🇩