Tekan ESC untuk keluar

MENYENTUH HAJAR ASWAD SECARA VIRTUAL

Virtual Black Stone Initiative telah diluncurkan oleh Imam Besar Masjidil Haram, Syekh Abdul Rahman As-Sudais, di akhir Desember 2021.

Dengan teknologi VR, Virtual Black Stone Initiative memungkinkan seseorang “menjelajahi” area dekat Kakbah serta “menyentuh” Hajar Aswad secara virtual.

Saat peluncuran, Syekh As-Sudais mengatakan, “Arab Saudi memiliki situs keagamaan dan sejarah besar yang harus kita digitalkan dan komunikasikan kepada semua orang melalui sarana teknologi terbaru.”

Saya senang membaca inisiatif ini. Keren dan berfaedah.

Di tengah wabah Covid yang tak kunjung selesai, hal ini bisa jadi terobosan untuk sedikit mengobati kerinduan terhadap Tanah Suci. Walaupun memang tidak bisa menggantikan kewajiban haji dan umrah secara fisik.

Menariknya, gebrakan Pangeran Mohammed bin Salman Al Saud dalam momedernisasi negaranya, termasuk di ranah agama, sepertinya menuai perdebatan fikih di negara itu sendiri.

Sekalipun diluncurkan oleh Syekh As-Sudais, Virtual Black Stone Initiative tidak serta-merta dinilai oleh banyak pihak di Saudi sebagai terobosan atau pembaharuan (bid’ah) yang baik.

Berikut kurang-lebih tanya jawab yang saya tangkap seputar hal ini:

“Apakah Virtual Black Stone Initiative lebih masuk ke ranah ibadah atau muamalah?”

“Ibadah.”

“Mengapa demikian?”

“Karena yang hendak diziarahi secara virtual itu Masjidil Haram, bukan Dufan. Dan yang hendak “disentuh” itu adalah bentuk virtual Hajar Aswad, bukan benda duniawi seperti laptop, kulkas, atau kendi.”

“Apakah Rasulullah ﷺ pernah melakukan atau menganjurkannya?”

“Tidak.”

“Apakah para sahabat pernah melakukan atau menganjurkannya?”

“Tidak.”

“Apakah para tabi’in dan tabi’ut tabi’in pernah melakukan atau menganjurkannya?”

“Tidak.”

“Nah, karena ini terkait ranah ibadah, maka bid’ahkah ini?”

“Loading….”

“Bukankah semua bid’ah itu sesat?”

“404 Not Found.”

Kadang metodologi saklek yang akhirnya menyusahkan diri sendiri dan boleh jadi akhirnya mengerem inovasi bin teknologi.

Sumber: https://www.middleeasteye.net/…/saudi-arabia-kaaba…

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩