Tekan ESC untuk keluar

JUMLAH DAN KOMPOSISI DIASPORA INDONESIA DI DUNIA

Jumlah dan Komposisi Diaspora Indonesia di Dunia

Diaspora Indonesia tersebar di berbagai belahan dunia dan memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada pembangunan nasional. Namun, hingga saat ini, masih sedikit yang diketahui tentang ukuran dan komposisi sebenarnya dari diaspora Indonesia. Studi oleh Muhidin dan Utomo (2016) bertujuan untuk mengisi kekosongan ini dengan menganalisis pola migrasi dan faktor demografis di antara diaspora Indonesia.

Menurut Muhidin dan Utomo (2016), diaspora Indonesia merupakan bagian dari komunitas global terbesar, namun informasi tentang jumlah dan komposisi mereka masih terbatas. Mereka menemukan bahwa diaspora Indonesia tersebar di berbagai negara, dengan jumlah yang signifikan berada di Malaysia, Arab Saudi, dan negara-negara lainnya di Timur Tengah, serta di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Studi ini menunjukkan bahwa jumlah diaspora Indonesia diperkirakan berkisar antara 1,8 hingga 6 juta orang.

Pola migrasi diaspora Indonesia bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti kesempatan kerja, pendidikan, dan kondisi politik di negara asal. Banyak diaspora Indonesia yang bekerja di sektor-sektor seperti konstruksi, perhotelan, dan sektor jasa lainnya di negara-negara Timur Tengah. Di sisi lain, diaspora di negara-negara Barat cenderung bekerja di sektor-sektor yang lebih beragam, termasuk teknologi informasi, kesehatan, dan pendidikan.

Faktor demografis juga memainkan peran penting dalam memahami komposisi diaspora Indonesia. Sebagian besar diaspora Indonesia adalah pekerja migran, dengan sebagian besar dari mereka bekerja sebagai pekerja rumah tangga, pekerja konstruksi, dan pekerja di sektor informal lainnya. Namun, ada juga kelompok diaspora yang terdiri dari pelajar, profesional, dan pengusaha yang memiliki kontribusi signifikan dalam bidang-bidang seperti teknologi, kesehatan, dan bisnis.

Studi ini juga mengungkapkan bahwa diaspora Indonesia memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada pembangunan nasional melalui berbagai cara. Mereka dapat membawa pulang pengetahuan dan keterampilan baru, berinvestasi di Indonesia, serta membantu mempromosikan produk-produk Indonesia di pasar internasional. Selain itu, diaspora juga dapat berperan sebagai duta informal yang mempromosikan citra positif Indonesia di kancah internasional.

Namun, untuk memaksimalkan potensi kontribusi diaspora, diperlukan upaya yang terkoordinasi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia. Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan yang mendukung partisipasi aktif diaspora dalam pembangunan nasional. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan memperkenalkan kebijakan kewarganegaraan ganda, yang memungkinkan diaspora untuk tetap memiliki ikatan hukum dengan Indonesia meskipun mereka telah menjadi warga negara lain. Hal ini akan memudahkan diaspora untuk berinvestasi dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan di Indonesia tanpa harus kehilangan hak kewarganegaraan mereka.

Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat Indonesia tentang peran dan potensi diaspora. Selama ini, diaspora seringkali kurang mendapat perhatian dan pengakuan yang layak dari masyarakat Indonesia. Padahal, mereka memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, diperlukan kampanye edukasi yang menyeluruh untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya diaspora dan bagaimana mereka dapat berkontribusi bagi pembangunan nasional.

Kesimpulannya, diaspora Indonesia memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada pembangunan nasional. Dengan kebijakan yang tepat dan dukungan dari pemerintah serta masyarakat, diaspora dapat menjadi mitra strategis yang berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan nasional. Studi oleh Muhidin dan Utomo (2016) memberikan wawasan penting tentang ukuran dan komposisi diaspora Indonesia serta potensi kontribusi mereka.

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩