Tekan ESC untuk keluar

PUNYA DATA MAHAL ATLET DIASPORA, TENAGA AHLI KEMENPORA AKUI TEMUKAN CALON PEMAIN NATURALISASI TIMNAS INDONESIA DENGAN CARA INI

tvOnenews.com – Masifnya proses naturalisasi khususnya oleh PSSI tak lepas dari banyaknya pemain diaspora yang bermain untuk klub-klub luar negeri khususnya di Eropa.  Tenaga Ahli Kemenpora Bidang Diaspora dan Kepemudaan, Hamdan Hamedan pun menjadi sosok dibalik banyaknya bibit muda berbakat yang memiliki keturunan Indonesia.

Pada awalnya, Hamdan diminta oleh Menpora Dito Ariotedjo untuk mengumpulkan data pemain diaspora dan keturunan Indonesia.

“Semua itu berawal dari data, Mas Menpora meminta data saya membuat database pemain diaspora pertama di Indonesia, bukan hanya tentang sepak bola, tapi seluruh bidang olahraga,” kata Hamdan dalam Diskusi Turun Minum di Kantor Kemenpora RI, Jakarta, Kamis (21/12/2023).

Hamdan mencontohkan bagaimana Kemenpora saat ini sudah ada 63 nama atlet diaspora di bidang olahraga basket.  Memang kebutuhan naturalisasi akan dikembalikan lagi pada federasi. Namun dengan adanya data tersebut, Kemenpora bisa menjalin komunikasi dengan para atlet itu akan dengan cepat terhubung.

“Ketika kita membutuhkan talenta mereka, itu dengan cepat sekali kita bisa mendapatkan jasa mereka,” kata Hamdan.

Hamdan mencontohkan bahwa dia tidak senang bekerja dengan agen, karena ini adalah urusan timnas, bukan klub.  Ketika ditanya ketertarikan Justin Hubner untuk membela Indonesia, sang agen justru menolak langsung.

“Tapi ketika saya langsung bertanya pada dia, Justin Hubner bilang ‘saya mau bela Indonesia’ belum apa-apa sudah mau bela Indonesia,” kata Hamdan.

Hamdan tak menampik jika masifnya naturalisasi itu mengundang pemain lain untuk membela Indonesia. Sebut saja saat Ragnar Oratmangoen yang justru lebih dulu menghubunginya untuk bertanya peluangnya bergabung dengan timnas Indonesia.  “Dia melihat timnas Indonesia sedang berkembang dan dia tertarik untuk membela timnas,” kata Hamdan. (hfp)

tvonenews.com

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩