Jakarta – Kebijakan pemanfaatan atlet diaspora Indonesia perlahan terbukti mendongkrak prestasi di bidang olahraga. Di bidang sepak bola, misalnya, para atlet diaspora turut berperan dalam kesuksesan tim nasional Indonesia menembus Piala Asia 2027 serta Ronde Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026.Pertanyaan penting selanjutnya, bagaimana pemanfaatan diaspora Indonesia tidak hanya terbatas di bidang olahraga saja, tetapi juga di sektor vital lainnya seperti sains, teknologi, engineering (teknik), dan matematika (STEM)?
Hal ini menjadi relevan dalam upaya kita merealisasikan Visi Indonesia Emas 2045, yang mensyaratkan SDM unggul, serta realitas global talent war, di mana setiap negara berupaya menarik SDM terbaik untuk tinggal dan berkarya di negaranya. Namun, sebelum membahas langkah pemanfaatan diaspora Indonesia, perlu kita pahami dulu apa dan siapa diaspora Indonesia itu.
Definisi Diaspora
Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2017 dan Kongres Diaspora Indonesia, diaspora Indonesia sederhananya adalah masyarakat Indonesia yang tinggal di luar negeri. Hal ini mencakup WNI, mantan WNI, dan keturunan dari WNI dan/atau mantan WNI. Diaspora Indonesia tersebar di lebih dari 90 negara di dunia.
Menurut data Bank Dunia, jumlah diaspora Indonesia sekitar sembilan juta jiwa –setara dengan jumlah penduduk Sulawesi Selatan, provinsi dengan jumlah penduduk terbesar ketujuh di Indonesia. Menurut data Kementerian Luar Negeri dan BP2MI, setidaknya 3 sampai 4,6 juta jiwa berkewarganegaraan Indonesia. Sedangkan sisanya berkewarganegaraan asing atau berkewarganegaraan ganda terbatas hingga berusia 21 tahun.
Seperti mikrokosmos Indonesia, para diaspora Indonesia memiliki ragam profesi. Sebagian dari mereka kita ketahui berprofesi sebagai dosen, ilmuwan, dan/atau berkecimpung di bidang STEM
Langkah Optimasi
Dalam visi-misinya, Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menaruh perhatian pada pemanfaatan “potensi diaspora Indonesia dalam mewujudkan kepentingan nasional.” Di banyak kesempatan, juga berkomitmen meningkatkan jumlah pekerja di bidang STEM dan pekerja berkeahlian tinggi lainnya. Di sini ada titik temunya. Misalnya, para diaspora tersebut bisa diutilisasi untuk mendukung beberapa program hilirisasi yang akan terus dilanjutkan dan diamplifikasi oleh pemerintah selanjutnya.
Merujuk pada buku Developing a Road Map for Engaging Diasporas in Development dan studi dari Migration Policy Institute, setidaknya ada empat langkah yang perlu diambil dalam pemanfaatan diaspora untuk pembangunan. Pendataan diaspora Indonesia yang lengkap dan akurat adalah langkah pertama yang harus dilakukan. Database diaspora Indonesia ini menjadi kunci dalam memetakan talenta diaspora Indonesia berdasarkan keahlian, industri, lokasi, dan kesediaan mereka untuk berkontribusi pada pembangunan nasional.
Di beberapa negara seperti Filipina dan Bosnia, misalnya, pemerintah dapat dengan mudah mencari diasporanya berdasarkan keterampilan, latar belakang pendidikan, hingga bidang industri. Pembuatan database diaspora bukanlah hal yang sulit. Di Kemenpora, misalnya, kini sudah terdata lebih dari 600 atlet diaspora Indonesia yang aktif di lebih dari 10 cabang olahraga. Hal yang sama tentunya bisa dilakukan untuk para diaspora Indonesia terampil lainnya.
Langkah kedua, berkomunikasi dan berkolaborasi dengan badan pemerintah, swasta, dan pemimpin industri untuk mengidentifikasi kebutuhan talenta yang dapat diisi oleh diaspora Indonesia. Dengan kata lain, kita perlu memahami apa needs-nya di Tanah Air dan seberapa besar kebutuhan tersebut bisa dipenuhi oleh diaspora. Misalnya, di sektor teknologi, kita membutuhkan 1000 tenaga ahli di bidang artificial intelligence dan cybersecurity. Maka kita petakan kira-kira berapa persen yang bisa disuplai dari diaspora Indonesia.
Langkah ketiga, memberikan insentif yang menarik bagi diaspora untuk berkontribusi atau kembali ke Indonesia. Ini bisa berupa insentif pajak, kemudahan dalam proses administrasi kepulangan, akses ke jaringan profesional, serta peluang karier yang menarik di sektor-sektor strategis. Seringkali yang dicari oleh para diaspora Indonesia adalah kesempatan mengaplikasikan keilmuannya di suatu hal yang akan berdampak besar-tidak melulu soal imbalan finansial.
Langkah keempat, berkomunikasi dengan para diaspora Indonesia terampil tersebut dan menjelaskan potensi peluang yang ada, mulai dari kolaborasi penelitian, fellowship, hingga pekerjaan di sektor strategis. Komunikasi ini juga bertujuan untuk menjelaskan insentif dan peluang yang ada di Tanah Air. Jika para diaspora tersebut memilih untuk melanjutkan kariernya di Indonesia secara permanen, maka ini dinamakan reverse brain drain. Jika tidak permanen, setidaknya ini adalah brain circulation, yang bermanfaat dalam menciptakan aliran pengetahuan, teknologi, dan keterampilan.
Sejatinya pemerintah tidak perlu membentuk badan atau lembaga baru untuk mengelola hal ini. Sebuah tim kecil yang mampu berdiplomasi dan bergerak lincah dapat menjangkau diaspora bertalenta serta berinteraksi dengan para pemangku kepentingan di Indonesia yang membutuhkan talenta tersebut. Konsep ini mirip dengan matchmaking dan headhunting, tetapi ditujukan untuk kepentingan negara.
Dengan langkah-langkah di atas, kita dapat mengoptimalkan potensi diaspora bukan hanya di bidang olahraga, tetapi juga di sektor-sektor vital lainnya. Dengan demikian, diaspora Indonesia dapat menjadi aset berharga yang berkontribusi signifikan terhadap pembangunan nasional, terutama dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
Hamdan Hamedan Direktur Eksekutif Indonesian Diaspora Network-United (2017-2018)
Sumber : Optimasi Potensi Diaspora Indonesia