
Konon, kata Rumi, cinta sejati adalah ketika Tuhan berkata: “Aku ciptakan segalanya untukmu.” Lalu sang hamba menjawab: “Aku tinggalkan segalanya demi-Mu.”
Meninggalkan segalanya—bukankah itu esensi puasa?
Meninggalkan makan-minum dan syahwat.
Meninggalkan pembicaraan yang tak bermanfaat.
Meninggalkan pikiran dan perbuatan yang tak bermartabat.
Atau seperti kata Imam Al-Ghazali, meninggalkan apa pun yang melalaikan hatinya dari Allah. Sementara yang dituju hanyalah ridha dan cinta-Nya.
Rupanya ini soal cinta, maka tak heran jika ganjarannya pun tak terbatas—tak terkira.
Dalam Hadis Qudsi, Allah berfirman:
“Setiap amal anak Adam (adalah untuknya) dan akan dilipatgandakan–10 hingga 700 kali lipat.
Kecuali puasa.
Puasa itu milik-Ku, dan Aku sendirilah yang akan membalasnya.
Sungguh ia telah tinggalkan makan, minum, dan keinginannya, demi Aku.” (HR. Bukhari no. 1904, Muslim no. 1151)
Selamat berpuasa.
Semoga setiap hal yang kau tinggalkan demi-Nya, kembali padamu dalam cinta-Nya yang tak terkira.
So tell me, my dear friend, apa yang kau tinggalkan untuk cinta-Nya?