Tekan ESC untuk keluar

BANGGA

Saat timnas Indonesia U-23 melawan Irak, alhamdulillah saya berkesempatan untuk berdiskusi dengan Mr. Roberto Mancini dan Mr. Fausto Salsano, setidaknya selama 90 menit pertama jalannya pertandingan.

Kedua tokoh tersebut adalah “protagonista” dalam dunia sepakbola yang telah mengoleksi banyak gelar prestisius. Pecinta liga Italia, Inggris, bahkan Football Manager pasti paham.

Di tengah atmosfir yang kurang kondusif, izinkan saya berbagi isi diskusi saya dengan beliau-beliau sebagai MOTIVASI dan INSPIRASI yang POSITIF. Poinnya adalah bahwa kita harus BANGGA dengan timnas dan para pemain kita.

Fakta bahwa kita sudah sampai ke level Playoff Olimpiade adalah capaian yang LUAR BIASA dalam sendirinya. Adapun kekurangan yang ada, marilah kita serahkan kepada tim kepelatihan kita yang kompeten dan mumpuni.

Berikut adalah cuplikan obrolan saya (HH) dengan Roberto Mancini (RM) dan Fausto Salsano (FS):

HH: Bagaimana pendapat Anda tentang permainan Indonesia?

RM/FS: Secara umum, Indonesia bermain baik.

HH: Bagaimana pendapat Anda tentang pemain Indonesia? Adakah yang menonjol DALAM GAME INI menurut Anda?

RM/FS: Nomor 7, 10, 6, dan 23. Boleh kamu bantu saya menulis nama mereka?

(Catatan: saya pun membantu menuliskan nama-nama pemain tersebut ke catatan Mr. Salsano.)

HH: Apakah menurut Anda mereka dapat bermain di level Serie-B Italia saat ini atau dalam waktu dekat?

RM/FS: Iya, saya pikir bisa.

Diskusi ini semakin menguatkan fakta bahwa timnas kita semakin BAIK. Fakta bahwa kita adalah TIM TERMUDA menegaskan potensi DAHSYAT para pemain kita ke depan.

Percayalah, it will only get better from here, insyaAllah. Bismillah, kita terus DUKUNG dan DOAKAN sampai Garuda mendunia 🦅🇮🇩🌎🔥

P.S. Thank you Mr. @mrmancini10 and Mr. Salsano for the enlightening discussion 🙏

P.S.S. Catatan: (1) Beliau-beliau menonton game melawan Irak bukan semua game. Jadi bukan patokan secara keseluruhan. (2) Mengapa saya tanya Serie-B? Karena saya jadikan Bang @jayidzes sebagai barometer dan itu liga yang mereka ketahui levelnya. (3) @nathantjoeaon tidak bisa di-tag dalam gambar, bukan karena kelupaan tidak di-tag😊.

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩