Tekan ESC untuk keluar

DIJUAL: KAVELING SURGA

Alkisah, hiduplah seorang penipu yang gemar pergi dari satu kampung ke kampung lainnya dengan mengajak warga kampung untuk bersedekah melalui dia.

“Percayalah padaku, sedekah kalian akan disalurkan kepada yang membutuhkan,” pintanya. “Aku datang dari negeri yang jauh nan tandus yang butuh sekali sedekah dari kalian.”

Ia pun tak ragu mengutip ayat Al-Quran dan hadis, bahkan mengarang hadis sekalipun asalkan itu dapat menghasilkan uang baginya.

Tentunya semua sedekah akhirnya ia telan sendiri.

Umumnya dari satu kampung ia hanya mendapat 50 dinar. Lalu ia akan pindah ke kampung selanjutnya.

Suatu hari ia berpikir keras bagaimana caranya ia bisa mendapatkan “sedekah” 10 kali lipat. Ia rupanya ingin “naik kelas” dan segera pensiun dari bisnis ini.

“Perlu sesuatu yang spektakuler,” gumamnya dalam hati. “Jika tidak, orang tak akan mau memberiku uang yang banyak.”

Lalu muncullah ide licik berikutnya: ia akan mengaku sebagai wali dan menjual kaveling surga. Spektakuler, tentunya.

Ia pun berangkat ke desa berikutnya dengan tujuan hendak “menjual” surga kepada penduduk desa tersebut.

“Wahai penduduk desa, aku menawarkan tanah di surga untuk kalian. Maukah kalian memilikinya?” ucap si wali palsu kepada penduduk setempat.

Terbuai dengan angin surga, para penduduk yang mendengar hal itu pun tampak kagum dan tertarik dengan ucapan si wali palsu.

Mereka pun datang dan mendekati si wali palsu.

“Tentu kami mau syekh,” jawab para penduduk. “Adakah syarat untuk mendapatkannya?”

“Tentu ada. Kalian bisa membeli tanah di surga lewat diriku. Harganya cukup 100 Dinar saja,” jawab si wali palsu meyakinkan.

Sebagian penduduk desa pun tertarik dengan tawaran si wali palsu tersebut. Satu per satu mulai merogoh koceknya untuk “membeli” kaveling surga.

Namun, tampak dari kejauhan seorang laki-laki alim (berilmu) menyadari tipu muslihat si wali palsu itu. Ia lalu berusaha agar jangan sampai ada penduduk desa yang tertipu dengan tawaran si wali palsu.

Dengan suara keras, si alim berteriak di tengah kerumunan, “Ya syekh, aku ingin memesan sepetak tanah di neraka, apakah kamu juga mampu menjualnya?” tanya sang alim.

Permintaan sang alim itu membuat si wali palsu terkejut. Namun, karena takut dibilang kurang “sakti” atau “spektakuler”, ia pun menyetujuinya. Lagi pula, ia pikir ini adalah kesempatan untuk mendapatkan sebanyak mungkin uang dari penduduk desa.

“Baik, harganya 50 Dinar,” jawab si wali palsu. “Harga tanah di neraka memang lebih murah.”

“Wah kalau begitu, aku ingin memborong seluruh tanah di neraka darimu,” pinta sang alim.

Tampak heran dan setengah bingung, si wali palsu berpikir sejenak. Namun, dasar rakus, ia lalu berkata, “Baiklah, harga seluruh tanah di neraka 500 Dinar.” Ia pun tersenyum dalam hati karena dengan ini target 10 kali lipat pun tercapai.

“Baik, aku beli sekarang semuanya tunai 500 dinar,” ujar sang alim disaksikan seluruh khalayak ramai.

Setelah transaksi jual beli tanah neraka dilakukan, sang alim lalu berdiri di hadapan para penduduk desa dan berkata:

“Wahai penduduk desa, seluruh tanah neraka sudah aku beli. Aku berjanji tidak akan membiarkan seorang pun dari kalian masuk ke dalamnya. Oleh karena itu, kalian tak perlu lagi membeli tanah di surga karena takut neraka.”

~ Keutamaan dalam ilmu lebih disukai daripada keutamaan dalam ibadah (HR. Al-Hakim no. 314).

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩