Tekan ESC untuk keluar

HIBAH 2 TRILIUN DAN WAKAF 1000 TAHUN

Senang dan salut sekali membaca berita bahwa ada sebuah keluarga pengusaha di Sumatera Selatan yang menghibahkan Rp 2 triliun untuk penanggulangan Covid-19. Ini namanya “True Wealth” (kaya hati dan harta), bukan sekadar oknum “Crazy Rich” yang hobinya hedon umbar Ferrari di zaman susah seperti ini.
Silakan umbar hibah miliaran atau triliunan rupiah untuk rakyat jelata, kalau Anda betul-betul sultan.
Berbicara hibah atau wakaf, ada top-scorer wakaf yang patut jadi idola.
Siapa dia?
Utsman bin Affan namanya. Beliau hidup 1400 tahun yang lalu dan mewakafkan banyak tanah dan harta di Madinah.
Dan hotel di gambar ini adalah miliknya. Beliau juga memiliki rekening bank yang aktif hingga zaman now.
Bahkan, beliau juga mendapatkan tagihan listrik dan air setiap bulan atas namanya.
Wow, bagaimana ini bisa terjadi, Ferguso?
Hal ini karena beliau menggunakan kekayaannya untuk membeli tanah, sumur, dan keperluan publik lainnya sebagai wakaf untuk umat. Dari tanah dan sumur wakaf itu tumbuh pohon kurma yang berkah dan menguntungkan.
Setengah dari penghasilan itu ditabung dan setengahnya dibagikan kepada kaum dhuafa. Dan ini terus berlangsung selama lebih dari 1400 tahun hingga cukup dana untuk membangun hotel mewah di tengah Madinah.
Sama seperti kebun kurma, uang dari pendapatan hotel, setelah dibagi dengan pengelola, rutin dibagikan pada kaum dhuafa dan masuk ke rekening Utsman hingga kini (dan insyaAllah hingga akhir zaman).
Sungguh betapa dahsyatnya wakaf yang demikian.
P.S. Rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa siapa yang menggali (dan membeli) sumur Rumah untuk umat akan masuk surga. Di lain kesempatan, beliau ﷺ bersabda bahwa siapa yang membiayai persiapan pasukan ‘Usrah (pasukan yang sedang dalam masa kesulitan) akan masuk surga. Dan yang membiayai keduanya, tidak lain dan tidak bukan, adalah Utsman bin Affan (Lihat HR. Bukhari no. 2778).
@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩