Tekan ESC untuk keluar

Leani-Hikmat Persembahkan Emas Pertama Indonesia di Paralimpiade Paris 2024

Paris, 2 September 2024 – Kontingen Indonesia resmi mencapai target yang dicanangkan di Paralimpiade Paris 2024 dengan torehan medali yang mengesankan. Hingga pukul 15.00 WIB pada Senin, 2 September 2024, Indonesia telah mengumpulkan satu medali emas, empat medali perak, dan tiga medali perunggu, melebihi target awal yang ditetapkan oleh tim.

Target awal Indonesia untuk Paralimpiade 2024 ini sebenarnya cukup realistis. Chef de Mission (CdM) kontingen Indonesia, Reda Manthovani, sebelumnya menyampaikan kepada Menpora RI Dito Ariotedjo bahwa kontingen Indonesia menargetkan satu medali emas, dua perak, dan tiga perunggu.

“Secara realistis kita menargetkan capaian medali Indonesia pada Paralimpiade 2024 Paris berupa, 1 emas, 2 perak, dan 3 perunggu,” kata Reda Manthovani pada 15 Agustus lalu saat melaporkan kesiapan atlet di Paralympic Training Center, Karanganyar, Jawa Tengah, seperti dikutip dari situs resmi Kemenpora.

Namun, hasil yang dicapai oleh para atlet Indonesia jauh melebihi ekspektasi. Medali emas pertama diraih dari cabang para bulu tangkis ganda campuran melalui pasangan Hikmat Ramdani dan Leani Ratri Oktila. Dalam pertandingan final yang berlangsung di Porte de la Chapelle Arena, Paris, pasangan ini berhasil mengalahkan rekan senegara mereka, Fredy Setiawan dan Khalimatus Sadiyah, dengan skor 21-16 dan 21-15.

“Saya memilih Hikmat yang masih muda, yang mungkin saat itu baru mulai berani tampil. Saya bertekad lagi, saya yakin dan Hikmat juga memotivasi saya, apalagi dengan ambisinya yang sangat besar karena masih muda,” ungkap Leani Ratri, yang sebelumnya sempat ragu dengan kemampuannya pasca melahirkan.

Selain medali emas, empat medali perak disumbangkan oleh Muhammad Bintang Herlangga (boccia BC2), Saptoyogo Purnomo (lari 100m T37), Qonitah Ikhtiar Syakuroh (tunggal putri badminton SL3), dan Fredy Setiawan/Khalimatus Sadiyah (ganda campuran badminton SL3-SU5). Medali perunggu diraih oleh Muhamad Syafa (boccia BC1), Gischa Zayana (boccia BC2), serta pasangan Subhan dan Rina Marlina (ganda campuran badminton SH6).

Tambahan medali ini juga membuat posisi Indonesia di klasemen perolehan medali Paralimpiade Paris 2024 melompat 19 peringkat, dari posisi 47 ke 28. “Rasanya bangga, senang, dan bahagia. Medali ini saya persembahkan untuk anak dan suami saya yang hari ini ulang tahun,” ungkap Leani Ratri, menambahkan bahwa dukungan keluarganya sangat penting dalam pencapaian ini.

Hikmat Ramdani juga mengungkapkan perasaan serupa.

“Tentunya saya senang banget, tapi rasanya juga kurang lebih sama, mainnya tidak lepas karena mungkin sesama Indonesia. Saya yang biasanya suka teriak-teriak, di pertandingan ini tidak lepas,” jelas Hikmat.

Ia juga mengaku sangat beruntung dapat berpasangan dengan Leani Ratri, yang memberinya motivasi baik di dalam maupun di luar lapangan.

Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa kerja keras dan persiapan matang membawa hasil yang gemilang. Meski sudah melampaui target, kontingen Indonesia masih berpeluang menambah perolehan medali hingga akhir Paralimpiade Paris 2024. Pasalnya, beberapa atlet masih berjuang di berbagai nomor pertandingan yang tersisa.

Sementara itu, Menpora RI Dito Ariotedjo turut mengapresiasi pencapaian ini.

“Saya bangga dengan para atlet yang sudah berjuang keras di Paralimpiade 2024 ini. Pencapaian ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya sekadar berpartisipasi, tetapi juga mampu bersaing di level tertinggi,” ujar Menpora.

Dengan pencapaian ini, kontingen Indonesia tidak hanya mencapai target, tetapi juga membuktikan bahwa mereka mampu melampaui harapan yang telah ditetapkan. Para atlet, pelatih, dan seluruh tim pendukung layak mendapatkan apresiasi tinggi atas kerja keras mereka yang luar biasa.

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩