Tekan ESC untuk keluar

RAMBUT RASULULLAH ﷺ

Baru-baru ini terdengar kabar bahwa penyanyi religi Opick membawa sehelai rambut Rasulullah dari Turki. Artikel ini tidak akan masuk ke ranah perdebatan terkait asli atau tidaknya rambut tersebut. Namun, artikel ini mencoba mencari apakah ada hadis sahih yang menceritakan kejadian di mana Rasulullah membagikan rambutnya. Ternyata ada. Dan beginilah kisahnya.

Ketika Haji Wada’ (Haji Perpisahan), Rasulullah meminta kepada sahabatnya yang bernama Muamar bin Abdullah ra. untuk mencukur rambutnya. Muamar adalah salah satu sahabat yang awal-awal masuk Islam.

“Bacalah basmalah dan cukurlah rambutku,” pinta Rasulullah kepada sahabatnya itu. Begitu gembiranya diminta oleh sang Rasul, Muamar pun berkata, ”Wahai Rasulullah! Demi Allah, ini adalah berkah dari Allah yang luar biasa bahwa saya diberi amanah mencukur rambutmu.”

Ketika setengah dari rambut Rasulullah sudah tercukur, Rasulullah berkata kepada para sahabatnya yang berada di sekitar beliau, “Bagikan rambut ini di antara kalian.” Para sahabat pun langsung berebut mendapatkan rambut beliau meski hanya bisa mendapat satu atau dua helai saja—karena begitu banyak yang ingin mendapatkan rambut kekasih mereka itu.

Setelah itu Rasulullah meminta Muamar untuk mencukur habis rambutnya. Kemudian Rasulullah memanggil Abu Talhah Al-Ansari ra. “Bagikan (rambut) ini kepada orang-orang,” perintah beliau kepada Abu Thalhah.

Mendapat rambut dan mendengar perintah Rasulullah , Abu Talhah menceritakan bahwa “hati[nya] tiba-tiba dipenuhi dengan kegembiraan yang begitu besar hingga berlinang air mata[nya].”

Demikianlah begitu besar cinta para sahabat kepada Rasulullah sehingga mendapat satu helai rambut beliau pun adalah suatu anugerah yang tiada tara.

~ Tidak sempurna iman seseorang sehingga menjadikan aku lebih dicintai dari orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia (HR. Bukhari no. 15)

 

Referensi utama: Shahih Muslim no. 1305, Riyadhus Shalihin Buku 2 (Hadits 47), Sunan Abu Dawud no. 1981

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩