Tekan ESC untuk keluar

Lianne Tan: Pebulu Tangkis Diaspora Indonesia yang Mencuri Perhatian di Ajang Olimpiade Paris 2024

Di tengah gemerlapnya Olimpiade Paris 2024, seorang pebulu tangkis asal Belgia, Lianne Tan, mencuri perhatian. Dalam sebuah video yang viral, Lianne terlihat berbicara dalam Bahasa Indonesia dengan pelatihnya, Indra Bagus Ade Chandra, saat jeda pertandingan melawan Ratchanok Intanon dari Thailand. Momen ini menjadi sorotan, terutama karena Lianne ternyata memiliki darah Indonesia dari sang ayah, Hank Tan.

Lahir di Bilzen, Belgia, pada 20 November 1990, Lianne tumbuh dengan dua budaya, Indonesia dan Belgia. Sejak usia delapan tahun, Lianne mulai mengenal bulu tangkis berkat dorongan dari ayahnya serta saudara-saudaranya. Masa kecilnya sering dihabiskan di Indonesia, berlatih dan menikmati liburan bersama keluarga ayahnya.

“Saya mulai bermain bulu tangkis sejak berusia 8 tahun, karena ayah, saudara perempuan, dan laki-laki saya semuanya bermain. Saya menyukai olahraga ini karena perasaan menang dan kesempatan untuk bertemu orang-orang dari seluruh dunia,” ujar Lianne, seperti yang dilansir dari situs web BWF.

Karier Lianne di dunia bulu tangkis terus menanjak. Kakaknya, Yuhan Tan, yang juga seorang atlet bulu tangkis, menjadi inspirasi bagi Lianne. Yuhan telah meraih sembilan gelar juara di Belgian National Badminton Championships, menjadikannya salah satu atlet paling sukses di Belgia.

Lianne memulai debutnya di kompetisi nasional Belgia pada 1999, dan sejak saat itu, ia fokus untuk menjadi atlet profesional. Pada Olimpiade London 2012, Lianne tampil di panggung dunia, meskipun harus puas dengan hasil di fase grup. Olimpiade Paris 2024 menjadi partisipasinya yang keempat, setelah sebelumnya tampil di Rio de Janeiro 2016 dan Tokyo 2020.

Dalam perjalanannya, Lianne telah mengumpulkan sembilan medali emas, termasuk yang terbaru di Brasil International 2019. Meski prestasi terbaiknya di BWF Super Series adalah mencapai babak 16 besar di Orleans Master 2024, Lianne terus menunjukkan dedikasinya pada olahraga ini.

Selain kariernya di bulu tangkis, Lianne juga menekuni pendidikan di bidang kedokteran gigi. Dia menyukai bidang ini karena menurutnya, kesehatan gigi sangat penting. Kakaknya, Yuhan, juga adalah lulusan University of Maastricht di Belanda, jurusan kedokteran.

Kisah hidup Lianne semakin menarik dengan pengakuannya bahwa ia mengidolakan legenda bulu tangkis Indonesia, Mia Audina. “Dulu waktu kecil, saya mengidolakan Mia Audina. Saya senang melihat gaya bermainnya. Namun, saya punya gaya sendiri,” ungkapnya. Meskipun Lianne belum meraih prestasi setinggi Mia, kecintaannya pada bulu tangkis dan semangatnya untuk terus belajar dan berkembang patut diapresiasi.

Dengan posisi terbaiknya di peringkat 34 dunia pada September 2022, Lianne masih memiliki jalan panjang untuk menapaki tangga prestasi. Meski kini ia berada di peringkat 50, tekad dan dedikasinya tidak pernah surut. Lianne Tan, dengan warisan Indonesia yang kuat, terus berusaha mengukir jejaknya di dunia bulu tangkis internasional.

Lianne Tan adalah contoh nyata dari bagaimana cinta terhadap olahraga dan budaya dapat melahirkan prestasi. Perpaduan warisan Indonesia dan lingkungan Eropa yang membesarkannya membuat Lianne memiliki keunikan tersendiri di dunia bulu tangkis. Dengan dukungan dari keluarga dan kecintaannya pada olahraga ini, Lianne terus berusaha memberikan yang terbaik di setiap kesempatan. Dunia mungkin belum mengenal namanya sebaik pemain dari negara-negara raksasa bulu tangkis, namun semangatnya tidak kalah besar. Semoga perjalanan Lianne terus membawa inspirasi bagi banyak orang, baik di Indonesia, Belgia, maupun di seluruh dunia.

@hamdan.hamedan on Instagram
PROF HAYE

Thom Haye namanya.

Sang Profesor julukannya.

Rendah hatinya, cerdas mainnya. 

Darah Indonesia mengalir di tubuhnya.

Dari Jawa tengah dan Sulawesi Utara.

Prof Haye tak suka berdialektika.

Apalagi berpanjang kata.

Dia bicara lewat kakinya.

Di lapangan, dia kuasai irama. 

Bagai Pirlo-nya Indonesia. 

Dia lesatkan umpan jitu mempesona.

Gol demi gol pun tecipta.

Dia dan anak bangsa lainnya.

Membela Garuda dengan cinta. 

Bahu membahu menjaga asa. 

Asa bangsanya yang rindu piala dunia.

Dia adalah kita, kita adalah dia. 

Satu jiwa, satu bangsa, satu Garuda.
AMERIKA EMAS

Di akhir abad ke-18, hiduplah dua rival dan tokoh besar di Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan Alexander Hamilton namanya. 

Jefferson, yang tumbuh dalam tradisi agrikultur, lebih condong pada desentralisasi dan pertanian. 

Sementara itu, Hamilton, yang berpengalaman militer dan besar di lingkungan perkotaan, mendukung sentralisasi dan industrialisasi. 

Keduanya punya ide besar untuk negaranya. Keduanya pun ditopang pendukung yang besar. Tapi yang terpenting, keduanya bertekad membuat Amerika, yang belum lama merdeka, menjadi negara besar. 

Meskipun telah lama berseteru, mereka akhirnya setuju untuk mencapai sebuah kompromi. 

Kompromi itu dikenal sebagai Kompromi 1790.

Sederhananya, Jefferson bersedia mendukung Hamilton terkait hutang negara. Hamilton pun mendukung Jefferson terkait pembangunan dan pemindahan ibukota ke daerah yang lebih ke tengah (atau “Amerika-sentris” )—daerah yang kini dikenal sebagai Washington DC. 

Jefferson paham betul pentingnya persatuan di momen krusial dalam sejarah negara yang masih muda. Jangan sampai Amerika layu sebelum berkembang—itu yang ada di benaknya.

Ketika dilantik menjadi presiden, Jefferson tegas berkata: 

“Setiap perbedaan pendapat bukanlah perbedaan prinsip. Kita mungkin punya nama yang berbeda, tapi kita adalah saudara dengan prinsip yang sama.”

Prinsip yang dimaksud Jefferson tak lain adalah prinsip republik yang satu, dan negara yang maju.

Di kemudian hari, sejarawan mencatat bahwa Kompromi 1790 sebagai salah satu kompromi terpenting dalam sejarah Amerika. 

Ketika kedua pemimpin besar memilih untuk menurunkan ego dan bersatu padu, kesuksesan suatu negara sepertinya hanya tinggal menunggu waktu.

Jefferson dan Hamilton pun akhirnya dikenang bukan hanya sebagai rival, tapi sebagai negarawan sejati, yang mampu menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi—mewariskan pelajaran bahwa persatuan adalah fondasi dari Amerika Emas.
BANGGA

Tim dengan ranking FIFA 132 berhasil mengimbangi tim dengan ranking 24. 

Alhamdulillah, super bangga. 

Man of the match adalah Martin “the Wall” Paes: sang Tembok Indonesia. 

Seakan @maartenpaes bangun pagi, bercermin lalu berkata, “Thou shall not pass.” 

Terima kasih banyak seluruh punggawa Garuda. You are truly our joy and pride 🇮🇩🦅🔥

P.S. Kepada pemain diaspora Indonesia yang tinggal di Australia, saya pernah berprediksi, “Indonesia dalam waktu dekat akan mengimbangi Australia.” Alhamdulillah hari ini buktinya 😎
Happy birthday, President Yudhoyono. 

May you be graced with profound joy, enduring health, and abundant blessings. 

Your legacy of wisdom and unwavering dedication to our nation remains an enduring source of inspiration. 

Today, we honor not only your years but the lasting impact of your exemplary leadership. 🫡🇮🇩